Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Wednesday, 11 August 2010

Berita Hari Ini » CerPen_Rendezvous

CerPen_Rendezvous

0 comments
Rendezvous

PromediaStory's_Pernahkah kalian bangun di pagi hari, dan saat itu kalian tidak tahu apa yg mesti kalian lakukan? Ya, kalian bangun dengan kebingungan yg membuncah di kepala kalian. Layaknya orang linglung. Euh, baiklah, mungkin aku salah memberikan argumen. Ok, aku ralat. Bukan bingung, tapi jenuh dengan semua rutinitas yg ada. Ya, kejenuhan yg memuncak. Itulah penyebabnya. Dan efek yg kalian dapatkan adalah kebingungan yg luar biasa, barangkali demikian, walaupun aku terkesan berlebih-lebihan dalam memilih kosa kata tersebut. Namun hal itu memang semacam kepastian yg pasti terjadi. Sebuah konsekuensi. Ketika kejenuhan datang menghampiri kalian, rasa itulah yg akan menyertainya. Dan parahnya kalian tak tahu mesti berbuat apa untuk menghilangkan kejenuhan itu. Aku yakin setiap orang pernah merasakan hal tersebut. Termasuk kalian. Dan tentu saja, aku.Seperti pagi ini, saat aku bangun dari tidurku, aku tak tahu apa yg mesti aku lakukan. Pikiranku menerawang, jauh. Aku tak yakin pikiranku ada di sini. Entah ada di mana. Aku bingung dengan diriku sendiri. Bingung dengan keinginan-keinginan yg ada dalam pikiranku. Keinginan-keinginan yg tak lazim, mungkin demikian bagi kebanyakan orang. Keinginan yg sangat rumit, yg terkadang,-- sering malah--, aku sendiri tidak yakin dengan keinginan tersebut. Aku tak tahu persis apa yg kuinginkan. Malah sangat sering kutanya diriku sendiri, apa yg sebenarnya yg kuinginkan?Aneh bukan?

Jadi sebenarnya, aku tak tahu apa yg mesti aku ceritakan pada kalian. Padahal aku sangat ingin menceritakannya pada kalian, berbagi tepatnya. Ya, aku sedang iongin berbagi beban dengan kalian. Bercerita tentang sesuatu yg senantiasa mengganjal perasaanku. Sesuatu yg sebenarnya bukan kali pertama aku alami. Rasanya sudah sering aku mengalami hal serupa ini. Sejak remaja dulu. Tapi aku tidak yakin, apakah kalian masih mau mendengar ceritaku?. 

Aku takut kalian bosan. Karena barangkali, kalian mengira cerita yg akan aku ceritakan ini tidaklah jauh berbeda dengan cerita-ceritaku yg lainnya, yg pernah aku ceritakan pada kalian tempo hari.Sebentar, ada sms masuk ke dalam ponselku. 

Heuh........., kenapa aku jadi berpikir seperti ini? Kini aku berpikir untuk menceritakan pengalamanku baru-baru ini yg ada hubungannya dengan sms yg barusan masuk. Ya, mungkin lebih baik kalau aku ceritakan saja hal ini kepada kalian. Dan sekalian aku ingin tahu pendapat kalian tentang hal ini. Dan bila kalian bersedia berilah aku saran dalam hal ini. Daripada kalian mendengar tentang deretan keinginanku yg tak jelas ujung pangkalnya, lebih baik aku bercerita tentang orang ini saja. Orang yg belakangan ini sering mengirimiku sms. Seorang perempuan tepatnya. "Pagi. Sorry, aku cuman mau mastiin kalo pagi ini kamu sehat. Iya kan?" begitu isi sms-nya. Sebenarnya aku malu harus bercerita hal seperti ini pada kalian, tapi sudahlah, pagi ini aku akan mengesampingkan rasa malu itu. Karena hal ini benar-benar membuatku bingung.Sekarang berilah aku saran, bagaimana aku harus membalas sms ini? Apa yg harus aku katakan padanya? 

Kalian kan tahu, aku sangatlah tidak ahli dalam hal ini. Apa aku harus menulis, "Ya, alhamdulillah aku sehat. Kamu sendiri bagaimana?", atau bagaimana? Apa yg harus aku tulis sebagai balasan sms ini? Ayolah, aku yakin kalian lebih ahli dalam hal ini. Oh, mungkin kalian masih bingung. Karena kalian belum tahu permulaan cerita ini.Heuh, begini. Beberapa minggu yg lalu, sepulangnya dari kantor aku tidak langsung ke rumah. Aku,-- entah untuk kali yg ke berapa--, nongkrong di Dewi Sartika. Di sana, dengan kawan-kawan lamaku,-- para penjual kaset bekas yg sudah sejak lama berjualan di situ--, berbincang tentang banyak hal. Dari hal yg tidak penting sampai hal yg sangat penting. Di depan sebuah wartel, tepat dimana para supir angkot sering ngetem untuk mencari penumpang. Dulu, tempat itu adalah tempat favoritku untuk nongkrong. Bila tidak sedang bertualang, aku sering menghabiskan waktuku di sana. Dan sore itu, aku menghabiskan waktu berjam-jam disana, sampai larut malam. Kulihat jam tanganku, masih jam setengah sembilan. Aku putuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah, karena sudah lama juga aku tidak berjalan keliling kota. Rasanya, saat itu aku ingin menikmati malam dengan keragaman suasananya. Singkat cerita, aku sudah berada di persimpangan jalan Otista. Banyak para penjaja kenikmatan sesaat yg mangkal di situ. Para kupu-kupu malam, itu istilah yg dipakai slank dalam salah satu lagunya. Entah kenapa aku tertarik untuk memperhatikan mereka. Padahal dari tadi, sejak dari persimpangan jalan ABC sampai jalan Suniaraja, aku pun banyak melihat para PSK lainnya. Begitu banyak. Lantas aku duduk seenaknya di trotoar sambil menikmati kopi kental dalam cup yg tadi aku beli di sebuh waralaba terkenal. Kuperhatikan gerak gerik mereka, setiap ada kendaraan, terutama mobil mewah, mereka melambaikan tangan mereka. Dan beberapa kendaraan memang menepi dan berhenti. Lalu terjadi sebuah transaksi, tawar menawar harga barangkali. Dan akhirnya setelah terjadi kesepakatan harga, mobil-mobil mewah itu membawa perempuan-perempuan malam tersebut. Selanjutnya, mungkin mereka check-in di sebuah hotel. Entahlah.Namun malam itu, tanpa sadar aku memperhatikan seorang perempuan dengan hot pants dan tank top putih, sepertinya malas "bekerja". Tidak seperti perempuan lainnya yg sangat lincah melambai-lambaikan tangannya kepada para pengemudi mobil ataupun motor yg melintas di situ. Dari tadi dia diam saja, duduk di atas becak yg ngetem tidak jauh dari tempat para PSK itu mangkal. Barangkali sadar dirinya dari tadi aku perhatikan, perempuan itu beringsut turun dari becak. Dan, owh, sepertinya dia akan menyebrang. Ya, benar, dia menyebrang. Dan, kenapa dia melihat ke arahku? Mau ke mana dia sebenarnya? 

Sepertinya dia berjalan ke arah tempat aku duduk. Oh My God?! Ternyata perempuan itu mendekatiku. Jujur, aku deg-degan juga. Aku nervous. Entah kenapa? "Lagi ngapain Mas?" tanya perempuan itu setelah berdiri di sampingku. Daya tarik perempuan ini sangat kuat. Aku sempat merinding juga. Wajahnya cantik dan tubuhnya seksinya yg hanya dia bungkus dengan pakaian minim seperti itu pasti akan menggoda setiap lelaki yg melihatnya."Lagi nuggguin Mbak" asal saja aku jawab pertanyaannya."Mau check-in?" kali ini tatapannya agak nakal. Dia menawarkan jasanya padaku.Aku jadi lebih merinding mendengar perkataan itu. Dan kalian tahu? Aku sempat menelan ludah. Terbayang rasanya bagaimana dia memberikan kenikmatan kepada nafsu bejatku yg senantiasa mencari pelampiasan. Tapi untunglah aku masih waras, aku masih sadar bahwa kenikmatan yg hendak dia jual itu adalah kenikmatan yg terlarang. Setelah emosiku stabil aku katakan padanya, "Aku nggak punya duit Mbak"Mulut perempuan itu membulat mendengar jawabanku tersebut, dia mengangguk. "Minta rokok dong?!" ujarnya."Sorry Mbak, aku nggak ngerokok. Kalau kopi sih ada, mau?" aku memberikan alternatif kepadanya karena aku tahu dia kedinginan. "Dingin ya?" aku hanya meyakinkan dugaanku saja. "Iya nih, dingin banget", dia mengiyakan.Lalu aku sodorkan cup kopi tersebut, "Udah tahu dingin, koq masih nekat make baju kaya gitu?" aku iseng saja bertanya seperti itu. Kupasang muka tengilku.Dia tertawa renyah. "Boleh aku duduk di sini?" tanyanya setelah menyeruput kopi.Aku mengangguk. "Silahkan!" Setelah itu, terjadilah percakapan yg cukup panjang antara kami berdua. Dia banyak bercerita tentang dirinya. Tentang kenapa dia sampai bisa terperosok ke dalam dunia seperti itu. Lalu dia bercerita tentang masa remajanya yg indah, keluarganya, kebosanannya menjalani profesi seperti itu, harapan-harapannya, dan banyak hal lagi. Malam itu dia seperti menemukan tempat yg pas untuk menuangkan semua keluhannya. Dan entah mengapa, aku pun seperti menghayati penuturannya itu. 

Aku seperti ikut merasakan semua bebannya. Dan sungguh, aku menyimpan rasa kasihan untuknya. Sepertinya aku tidak rela. Rasanya aku ingin memprotes keadaaan yg ada, mengapa perempuan secantik dan,-- menurutku--, sepintar dia harus menjadi seorang pemuas nafsu lelaki hidung belang? Tapi siapa yg harus aku salahkan? Keadaan? Heuh, itu adalah sesuatu yg sangat klise. Aku sangat muak bila mendengar seseorang menyalahkan keadaan. Bukankah dia sendiri yg tanpa sadar telah menciptakan keadaaan tersebut?"Boleh aku minta nomer hp kamu?" tanyanya sebelum mengakhiri percakapan kami malam itu. Aku mengernyitkan sebelah alisku. Untuk apa, begitu batinku.Sepertinya dia memahami apa yg aku pikirkan. "Nggak boleh?" nadanya seperti menyimpan kekecewaan, "Nggak apa-apa deh?!" dia hendak melengos."Sebentar Mbak?!" aku mencegahnya. Aku jadi tidak tega juga, akhirnya aku berikan nomor pribadiku sebelum dia beranjak dari tempat duduknya. Di sampingku."Thanks ya?! Boleh kan kapan-kapan aku nelpon atau sms kamu?" Aku mengangguk dengan sebuah senyum di wajahku. Dan, dia pun tersenyum. Namun kali ini senyumannya bukan senyuman nakal khas seorang perempuan jalanan. Tapi sebuah senyum manis yg tulus. Begitu indah.*** 

Semenjak itu, kami mulai menjalin komunikasi. Dia sering mengirimiku sms, dan aku pun selalu membalasnya. Saat dia merasa membutuhkan teman bicara, dia menelponku. Dan beberapa hari yg lalu kami bertemu. Sebuah pertemuan yg kami rencanakan sebelumnya. Sebuah pertemuan kecil yg meninggalkan kesan lain bagiku.Sore itu, dia tidak seperti yg aku lihat pada pertemuan pertama kami di persimpangan Otista. Sore itu, dia benar-benar jauh dari kesan perempuan malam. Dengan pakaian yg lebih sopan dan tertutup, ternyata dia tampak lebih anggun. Sangat anggun. Belum lagi sikapnya yg lembut dan santun. Aku yakin, itu bukanlah sikap yg dibuat-buat. Justru aku mengira, itulah dia yg sebenarnya. Seorang perempuan cantik dengan sikap yg santun dan simpatik. Begitu mengesankan.Namun ada sesuatu yg membuatku serba salah. Sikapnya kepadaku. Sepertinya dia mengharapkan aku menjadi seseorang yg selalu ada untuknya. Entahlah, mengapa aku bisa mengambil kesimpulan seperti itu. Aku hanya menangkap kesan tersebut dari arah pembicaraan dan bahasa tubuhnya.Mungkin kalian akan bertanya, bagaimana perasaanku kepadanya? 

Baik, aku akan jujur. Terus terang, dari pertemuan kecil yg sudah kami buat, dan hanya satu kali itu, aku merasa nyaman ada di dekatnya. Dan entah mengapa aku seperti tidak peduli dengan kenyataan yg ada, bahwa dia adalah seorang perempuan malam. Aku tidak mempedulikannya. Yg membuatku bingung adalah, aku takut salah dalam menilai perasaanku sendiri. Jadi tolong, berilah aku saran. Bagaimana aku harus bersikap dalam hal ini? Aku yakin kalian mengerti.

0 comments:

Pasang Iklan Gratis