Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Friday 31 December 2010

Tokoh Indonesia_Ir.Djuanda Kartawidjaja

0 comments
"... adalah kewajiban mutlak kami tetap turut serta dengan seluruh rakyat Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia, serta segenap alat-alat kekuasaan negara, membina dan membela dasar-dasar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dalam keadaan apa pun juga adanya." (Pernyataan bersama Soekarno-Hatta, 13 September 1957).

Ir. Djuanda Kartawidjaja Sang  "Deklarator Nusantara"
PromediaNews_Sepintas mungkin ada yang bertanya, mengapa nama Djuanda, yang khas Sunda itu, dijadikan nama bandara dan pelabuhan di luar Jawa Barat? Hal itu tak lain karena jasa-jasa Djuanda, salah seorang putra terbaik Sunda yang telah mengabdi bagi republik ini, sejak awal kemerdekaan, tanpa korupsi dan menjilat atasan. Kinerjanya semakin diakui ketika ia menjabat perdana menteri (1957-59).

Kerja berat Djuanda Kartawidjaja begitu menjabat Perdana Menteri adalah menyatukan kembali dwitunggal Soekarno-Hatta. Hubungan kedua tokoh bangsa itu retak oleh berbagai hal, antara lain disebabkan adanya "gerakan protes" sejumlah daerah. Melalui satu konferensi nasional, Djuanda mengumpulkan tokoh-tokoh utama dari berbagai daerah untuk bertemu di Jakarta yang kemudian menghasilkan Dewan Nasional. Misi utama perhelatan itu antara lain untuk merekatkan kembali dwitunggal. Usaha itu berhasil dengan ditandatanganinya Pernyataan Bersama oleh Soekarno dan Hatta. Kutipan di awal tulisan ini memperlihatkan komitmen kuat keduanya untuk tetap menjaga keutuhan Indonesia.

Dengan langkahnya-langkahnya yang akomodatif tetapi didasari visi yang jauh ke depan, kepemimpinan Djuanda segera dapat menggerakkan kembali roda pembangunan Indonesia. Menjabat sebagai menteri hampir tanpa henti dengan berganti-ganti posisi, Djuanda mengerti benar apa yang harus dia lakukan. Sebelum menduduki kursi PM ia telah mendirikan pula biro perancang negara yang menjadi cikal bakal Bappenas. Tanpa bermaksud mencemooh, kalangan pers menjulukinya "Menteri Maraton".

Lahir di Tasikmalaya, 11 Januari 1914, Djuanda melewatkan pendidikannya di HIS, ELS, HBS, dan THS. Gelar insinyur dari THS ia raih pada 1933. Alih-alih menjadi arsitek, Djuanda malah menjadi guru di sekolah Muhammadiyah di Jakarta. Maklum, waktu itu ekonomi Hindia Belanda sedang jatuh, dikenal sebagai malaise, lowongan pekerjaan sulit didapatkan. Atas saran Oto Iskandar di Nata, Djuanda mengajar di AMS dan Kweekschool Muhammadiyah. Sebelum memimpin Paguyuban Pasundan (PP) dan menjadi anggota volksraad, Oto mengajar pula di sekolah ini. Atas rekomendasi Oto pula, Djuanda diangkat sebagai direktur kedua sekolah itu. Sejumlah insinyur yang "menganggur" juga ikut mengajar di sekolah tersebut. Kedekatan dengan Oto itu pula yang membuat Djuanda sejak 1934 terlibat di PP. Ia diminta oleh Oto untuk menjadi sekretarisnya.

Masih adakah memori yang tersisa di tengah kita mengenai sosok Djuanda? Sejumlah paparan berikut mungkin bisa memberikan sedikit jawabannya. "Kata-katanya selalu tenang, rasional, datar. Kalau lazimnya pembicara-pembicara waktu itu membangkitkan emosi para pendengar, kata-kata Djuanda membikin orang berpikir," ujar Ukar Bratakusumah, sesama alumni THS dan kawan seperjuangan di PP. "Tidak terburu-buru mengeluarkan pendapat. Masalah dipelajarinya secara teliti lebih dulu, diperhatikannya situasi, diperhitungkan waktu yang tepat untuk bicara, barulah beliau menyampaikan pandangan dengan kata-kata yang terpilih. Diupayakannya singkat, yang diucapkannya jelas dan pasti," kata Ukar menambahkan.

"Pak Djuanda adalah pelopor perancangan pembangunan nasional," ujar Prof. Bintoro Tjokroamidjojo menjelaskan. "Pak Djuanda (dibantu oleh Ali Budiardjo) yang memimpin Biro Perancang Negara, dan kemudian berhasil menyelesaikan penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun 1956-1960, suatu rencana pembangunan nasional yang cukup menyeluruh dan yang pertama di Indonesia," katanya.

Dalam catatan Prof. Roosseno, wafatnya Djuanda pada 1960 bahkan telah mengubah jalannya sejarah Indonesia. "Pada zaman pemerintahan Soekarno, ada dua orang yang memengaruhinya, yaitu Djuanda dan Soebandrio. Jika Ir. Djuanda tidak meninggal, Soekarno tidak akan dipengaruhi oleh PKI. Sesudah Djuanda meninggal, Soekarno terseret oleh Soebandrio...." dari paparan Roosseno itu, jelas bagi kita bahwa Djuanda bukanlah pejabat yang suka asal bapak senang. Ia berani menyampaikan apa adanya, salah atau benar.

Namun, sebagaimana lazimnya orang baik dan jujur di negeri ini, niscaya banyak yang tidak suka kepadanya. Catatan Jenderal Besar Nasution bisa dijadikan rujukannya. "Pak Djuanda serius mengupayakan stabilitas/rehabilitasi, tetapi oleh rekan-rekan menteri lain diserang secara terbuka dalam rapat-rapat umum."

Pada 1952, bertempat di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (kampus bekas THS), Djuanda menginisiasi lahirnya organisasi profesi Persatuan Insinyur Indonesia. Ia pun terpilih jadi ketuanya yang pertama. Lalu ketika menjabat PM, pada 1957, Djuanda memutuskan untuk "mendirikan" ITB. Awalnya Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bermaksud memisahkan Fakultas Teknik di Bandung itu dari UI dan akan menggabungkannya dengan Unpad yang baru didirikan. Djuanda pula yang menentukan rektor dan dewan kurator ITB yang pertama.

Salah satu puncak karier Djuanda dicapai pada 13 Desember 1957. Ia memproklamasikan suatu deklarasi dengan memakai namanya yang kelak menjadi tonggak keutuhan tanah-air-udara nusantara.

Deklarasi itu berbunyi: "Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada negara Republik Indonesia.

"Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang."

Melalui perjuangan panjang yang dimotori ahli hukum laut Mochtar Kusumaatmadja, deklarasi itu diakui dunia internasional pada 1982. Dengan deklarasi itulah, Indonesia berhasil memperjuangkan perairan antarpulaunya menjadiHatta disebut proklamator Republik I wilayah negara sehingga luas Indonesia bertambah sekitar 3,7 juta km2. Dalam ungkapan Sarwono Kusumaatmadja, hasil itu dicapai dengan, "Tanpa perang dan marah-marah, hanya pakai otak, kita menjadi negara kepulauan terbesar di dunia."

Jika Soekarno-ndonesia, kira-kira julukan apakah yang layak disandangkan kepada sosok yang telah "mempersembahkan" tambahan wilayah negara seluas 3,7 juta km2 itu? Mungkin julukan sebagai "Deklarator Nusantara" layak untuk dipertimbangkan. 

(PR. 11 Oktober 2010. Iip, dari berbagai sumber)

Wednesday 29 December 2010

Tokoh Indonesia_KH Wahid Hasyim 2

0 comments
KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan pengasuh kedua Pesantren Tebuireng; memimpin Tebuireng selama tiga tahun (1947 – 1950). Salah seorang anggota BPUPKI dan perumus Pancasila ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan Islam Indonesia pada umumnya. Pahlawan nasional ini juga dikenal sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN) dan merupakan Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir, dan Kabinet Sukiman).

Kelahiran dan Masa Kecilnya
Pagi itu, Jum’at legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 H./1 Juni 1914 M., dari dalam bilik rumah sederhana milik pasangan KH. M. Hasyim Asy’ari-Nyai Nafiqah, terdengar tangisan bayi memecah suasana pagi. Para santri yang saat itu sedang mengaji, langsung tanggap bahwa itu adalah suara putra Kiai Hasyim yang baru lahir. Sang ibu yang sudah lama menanti kehadiran bayi laki-laki, sangat gembira dengan kelahirannya.Kiai Hasyim memberinya nama Muhammad Asy’ari, diambil dari nama kakeknya. Akan tetapi nama itu agaknya kurang sesuai baginya. Namanya kemudian diganti dengan Abdul Wahid, diambil dari nama datuknya.Abdul Wahid adalah putera kelima pasangan Kiai Hasyim-Nyai Nafiqah binti Kiai Ilyas (Madiun). Dia anak laki-laki pertama dari 10 bersaudara.

Berkelana Mencari Ilmu
Sejak kecil Abdul Wahid sudah masuk Madrasah Tebuireng dan sudah lulus pada usia yang sangat belia, 12 tahun. Selama bersekolah, ia giat mempelajari ilmu-ilmu kesustraan dan budaya Arab secara outodidak. Dia juga mempunyai hobi membaca yang sangat kuat. Dalam sehari, dia membaca minimal lima jam. Dia juga hafal banyak syair Arab yang kemudian disusun menjadi sebuah buku.

Ketika berusia 13 tahun, Abdul Wahid mulai melakukan pengembaraan mencari ilmu. Awalnya ia belajar di Pondok Siwalan, Panji, Sidoarjo. Di sana ia mondok mulai awal Ramadhan hingga tanggal 25 Ramadhan (hanya 25 hari). Setelah itu pindah ke Pesantren Lirboyo, Kediri, sebuah pesantren yang didirikan oleh KH. Abdul Karim, teman dan sekaligus murid ayahnya. Antara umur 13 dan 15 tahun, pemuda Wahid menjadi Santri Kelana, pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Tahun 1929 dia kembali ke pesantren Tebuireng.Ketika kembali ke Tebuireng, umurnya baru mencapai 15 tahun dan baru mengenal huruf latin. Dengan mengenal huruf latin, semangat belajarnya semakin bertambah. Ia belajar ilmu bumi, bahasa asing, matematika, dll. Dia juga berlangganan koran dan majalah, baik yang berbahasa Indonesia maupun Arab.

Pemuda Abdul Wahid mulai belajar Bahasa Belanda ketika berlangganan majalah tiga bahasa, ”Sumber Pengetahuan” Bandung. Tetapi dia hanya mengambil dua bahasa saja, yaitu Bahasa Arab dan Belanda. Setelah itu dia mulai belajar Bahasa Inggris. Pada tahun 1932, ketika umurnya baru 18 tahun, Abdul Wahid pergi ke tanah suci Mekkah bersama sepupunya, Muhammad Ilyas. Selain menjalankan ibadah haji, mereka berdua juga memperdalam ilmu pengetahuan seperti nahwu, shorof, fiqh, tafsir, dan hadis. Abdul Wahid menetap di tanah suci selama 2 tahun.

Memimpin Tebuireng
Sepulang dari tanah suci, KH. Abdul Wahid (biasa dipanggil KH. Wahid Hasyim) bukan hanya membantu ayahnya mengajar di pesantren, tapi juga terjun ke tengah-tengah masyarakat. Ketika usianya menginjak 20-an tahun, Kiai Wahid mulai membantu ayahnya menyusun kurikulum pesantren, menulis surat balasan dari para ulama atas nama ayahnya dalam Bahasa Arab, mewakili sang ayah dalam berbagai pertemuan dengan para tokoh. Bahkan ketika ayahnya sakit, ia menggantikan membaca kitab Shahih Bukhari, yakni pengajian tahunan yang diikuti oleh para ulama dari berbagai penjuru tanah Jawa dan Madura.

Dengan bekal keilmuan yang cukup, pengalaman yang luas serta wawasan global yang dimilikinya, Kiai Wahid mulai melakukan terobosan-terobosan besar di Tebuireng. Awalnya dia mengusulkan untuk merubah sistem klasikal dengan sistem tutorial, serta memasukkan materi pelajaran umum ke pesantren. Usul ini ditolak oleh ayahnya, karena khawatir akan menimbulkan masalah antar sesama pimpinan pesantren. Namun pada tahun 1935, usulan Kiai Wahid tentang pendirian Madrasah Nidzamiyah, dimana 70% kurikulumnya berisi materi pelajaran umum, diterima oleh sang ayah. Madrasah Nidzamiyah bertempat di serambi masjid Tebuireng. Siswa pertamanya berjumlah 29 orang, termasuk adiknya sendiri, Abdul Karim Hasyim. Dalam bidang bahasa, selain materi pelajaran Bahasa Arab, di Madrasah Nidzamiyah juga diberi pelajaran Bahasa Inggris dan Belanda.

Untuk melengkapi khazanah keilmuan santri, pada tahun 1936, Kiai Wahid mendirikan Ikatan Pelajar Islam yang kemudian diikuti dengan pendirian taman bacaan (perpustakaan) yang menyediakan lebih dari seribu judul buku. Perpustakaan Tebuireng juga berlangganan majalah seperti Panji Islam, Dewan Islam, Berita Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul Iman, Penyebar Semangat, Panji Pustaka, Pujangga Baru, dan lain sebagainya. Langkah ini merupakan terobosan besar yang—saat itu—belum pernah dilakukan pesantren manapun di Indonesia.

Pada tahun yang sama, tepatnya pada hari Jumat, 10 Syawal 1356 H./1936 M., Kiai Wahid menikah dengan Munawaroh (lebih dikenal dengan nama Sholichah), putri KH. Bisyri Sansuri (Denanyar Jombang). Ada peristiwa menarik dalam prosesi pernikahan ini. Mempelai lelaki hanya berangkat seorang diri ke Denanyar. Kiai Wahid datang hanya memakai baju lengan pendek dan bersarung. Tidak ada yang mengiringinya. Bukan tidak ada yang mau mengantar, akan tetapi Kiai Wahid sendiri yang meninggalkan para pengiringnya di belakang.

Dari pernikahan itu, pasangan Wahid-Sholichah dikaruniai enam orang putra-putri, yaitu Abdurrahman, Aisyah, Salahuddin, Umar, Lily Khodijah, dan Muhammad Hasyim.Pada tahun 1947, ketika sang ayah meningal dunia, Kiai Wahid terpilih secara aklamasi sebagai pengasuh Tebuireng. Pilihan ini berdasarkan kesepakatan musyawarah keluarga Bani Hasyim dan Ulama NU Kabupaten Jombang. Terpilihnya Kiai Wahid sebenarnya sekadar ”formalisasi”, karena kenyataannya beliau sudah lama ikut membantu sang ayah mengelola Tebuireng.

Pada tahun 1950, Kiai Wahid diangkat menjadi Menteri Agama dan pindah ke Jakarta. Keluarga Kiai Wahid tinggal di Jl. Jawa (kini Jl. HOS Cokroaminoto) No. 112, dan selanjutnya pada tahun 1952 pindah ke Taman Matraman Barat no. 8, di dekat Masjid Jami’ Matraman.

Masuk NU
Di tengah-tengah kesibukannya mengelola Tebuireng, Kiai Wahid aktif menjadi pengurus NU (1938). Karier di NU dimulai dari bawah. Mula-mula menjadi Sekertaris NU Ranting Cukir, kemudian tahun 1938 terpilih sebagai Ketua Cabang NU Kabupaten Jombang. Lalu tahun 1940 masuk kepengurusan PBNU bagian ma’arif (pendidikan). Di tubuh Ma’arif NU, Kiai Wahid mengembangkan dan melakukan reorganisasi terhadap madrasah-madrasah NU di seluruh Indonesia. Kiai Wahid juga giat mengembangkan tradisi tulis-menulis di kalangan NU, dengan menerbitkan Majalah Suluh Nahdlatul Ulama. Beliau juga aktif menulis di Suara NU dan Berita NU. Tahun 1946 Kiai Wahid terpilih sebagai Ketua Tanfidiyyah PBNU menggantikan Kiai Achmad Shiddiq yang meninggal dunia.

Mendirikan Masyumi
Pada bulan November 1947, Wahid Hasyim bersama M. Natsir menjadi pelopor pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan di Jogjakarta. Dalam kongres itu diputuskan pendirian Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Ketua umumnya adalah ayahnya sendiri, Kiai Hasyim Asy’ari. Namun Kiai Hasyim melimpahkan semua tugasnya kepada Wahid Hasyim.

Dia dalam Masyumi tergabung tokoh-tokoh Islam nasional, seperti KH. Wahab Hasbullah, KH. Bagus Hadikusumo, KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, KH. Zainul Arifin, Mohammad Roem, dr. Sukiman, H. Agus Salim, Prawoto Mangkusasmito, Anwar Cokroaminoto, Mohammad Natsir, dan lain-lain.

Sejak awal tahun 1950-an, NU keluar dari Masyumi dan mendirikan partai sendiri. Kiai Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Partai NU. Keputusan ini diambil dalam Kongres ke-19 NU di Palembang (26-April-1 Mei 1952). Secara pribadi, Kiai Wahid tidak setuju NU keluar dari Masyumi. Akan tetapi karena sudah menjadi keputusan bersama, maka Kiai Wahid menghormatinya. Hubungan Kiai Wahid dengan tokoh-tokoh Masyumi tetap terjalin baik.

Tokoh Indonesia_KH Wahid Hasyim

0 comments
Apa Dan Siapa KH Wahid Hasyim
PromediaNews_Semenjak berkenalan, KH Syaifuddin Zuhri sering sekali menyertai KH. A Wahid Hasyim dalam perjalanan perjuangan, menghadiri pertemuan politik, mengunjungi tokoh-tokoh ulama dan pemimpin pemimpin ormas dan lain sebagainya.
Semenjak tahun 1939 KH. A Wahid Hasyim dipercaya menjabat sebagai Ketua MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), sebuah badan federasi NU, Muhammadiyah, PSII, PII, Al-Irsyad, Persis. Sehubungan dengan jabatannya di MIAI, KH A. Wahid Hasyim juga kemudain duduk pula dalam kepemimpinan Presidium Korindo (Kongres rakyat Indonesia), sebuah proyek perjuangan bersama GAPI (Gabungan Partai Politik Indonesia). Hampir seluruh kota-kota di pulau Jawa mereka singgahi salama zaman pendudukan militer Jepang dan zaman Revolusi fisik (1945-1949), baik untuk urusan politik maupun pertahanan TAir selama perang kemerdekaan.
 
Selama kurang lebih 14 tahun KH Syaifuddin Zuhri memperoleh kesempatan untuk mengenal lebih dekat KH A. Wahid Hasyim. Sehingga KH A. Wahid Hasyim telah memberi bekas mendalam bagi pertumbuhan karakternya sebagai seorang pemuda yang berusia sekitar 25 tahun.
 
Perkenalan ini terus berjalan hingga 5 hari sebelum KH A. Wahid Hasyim wafat pada tanggal 19 April 1953 dalam usia 39 tahun. Wafat ketika sedang malakukan tugas selaku Ketua Umum Pengurus Besar NU (partai politik yang berusia 2 tahun setelah memisahkan diri dari partai Masyumi).
 
Musibah itu terjadi tatkala KH A. Wahid Hasyim mengalami kecelakan mobil di desa Cimindi dekat Cimahi Bandung dalam perjalanan menuju ke Sumedang. Pada hari wafatnya KH A. Wahid Hasyim telah lebih dari 7 tahun menjalani puasa sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari yang dilarang oleh Islam untuk menjalani
puasa (Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Tasriq) Klik Untuk Info Selanjutnya

Friday 24 December 2010

Tentang Lagu Anak 90an

0 comments
PromediaNews_Sukakah Anda mendengarkan lagu untuk Anda? Tidak jarang ibu-ibu saat ini yang memilih produk lagu anak zaman dulu yang masih banyak dihafal lagu-lagunyam seperti yang diciptakan oleh Bu Kasur dan Pak AT Mahmud yang sangat mendidik, santun dan tak lekang oleh waktu.

Kemudian, jika Anda mengamati, lagu anak di era 80an masih merupakan warisan dari zaman sebelumnya. Biasanya ditandai dengan durasinya yang pendek dan kalimat yang mendidik, serta mudah dipahami.Berbagai contoh yang tetap popular hingga saat ini diantaranya : Balonku, Bintang Kecil, Aku Seorang Kapiten, Naik Kereta Api, Pelangi, dan lain sebagainya. Penyanyi anak yang terkenal pada masa dulu antara lain Adi Bing Slamet, Ira Maya Sopha dan Chica Koeswoyo.

Semenjak dikenal TV swasta pada era 90an, maka mulai dikenal penyanyi dan lagu anak yang beragam. Pada saat awal era tersebut, nama Puput Novel paling dikenal. Meski demikian, lagu-lagu tersebut banyak dinikmati oleh anak TK maupun SD saja.

Kemudian, hadirlah Cikita Meydi, Eno Lerian, Leoni, Dea Ananda, yang memberi ikon masa kanak-kanak yang khas lewat lagunya tentang persahabatan, pendidikan, kasih sayang ibu, sebuah harapan dan cita-cita layaknya syair lagu Joshua yang berangan menjadi seorang Habibie, atau banyak hal tentang semangat militansi dunia anak.Sedangkan di era 2000, anak-anak sudah lebih bebas menikmati lagu dalam berbagai format, diantaranya VCD, MP3, maupun handphone. Dengan kemudahan ini, anak di zaman sekarang tidak lagi hanya mendengarkan lagu anak, namun lebih menyenangi lagu remaja.

Kondisi ini kadang membuat miris, ketika anak justru gemar menyanyikan lagi bertema cinta. Tidak bisa dipungkiri, tidak banyak penyanyi cilik saat ini yang bisa mendendangkan lagu anak bertema klasik dan memiliki nuansa masa kecil nan bahagia, kecuali Sherina dan Tasya. Tidak sedikit yang mengikut gaya orang dewasa, dan tidak memiliki pesan moral yang patut dicontoh.
Perlu kita pahami bahwa musik ibarat pedang bermata dua. Secara psikologis, musik dapat membawa peran yang positif dalam pembentukan mental dan perilaku. Sebagai contoh adalah musik klasik yang digunakan sebagai sarana terapi oleh ibu hamil.Di lain sisi, musik justru dapat mengonstruksi mental, perilaku, dan sikap ke dalam sebuah ruang yang terisolasi, asing, aneh, bahkan cenderung indoktrinatif dan intervensial. Termasuk dalam hal ini adalah lagu anak.

Begitu pula halnya dengan musik untuk dunia anak. Mereka menyanyi, tetapi bukan lagi dari hati yang mewakili mereka dan tidak lagi tema anak yang dibawakannya. Tidak ada lagi tema pendidikan, persahabatan, cita-cita, kasih sayang ibu, yang dinyanyikan dalam lagu anak, tetapi justru tema asmara dan cinta.

Sudah selayaknya kita mengembalikan sebuah masa bagi anak- anak yang kini telah hilang dengan menempatkan lagu anak pada koridor dan ruang yang semestinya.Kita bisa mengenalkan anak pada hal-hal sederhana, seperti alam, hewan, pancaindera, juga mendidik pola berpikir anak secara runtut dan terpola, seperti yang banyak diciptakan oleh orang barat.Dengan lagu anak, kita bisa mengajak anak belajar dan sekaligus membentuk pola berpikirnya agar menjadi lebih kreatif. Anak diajarkan cara membaca, sehingga merasa nyaman dan tidak seperti sedang belajar.

Saatnya menciptakan lagu yang mendidik dan dapat membentuk karakter kecerdasan anak, agar kelak mampu bersaing dengan teman-temannya di belahan bumi manapun. terus berjuang pantang menyerah untuk selalu melindungi anak - anak kita dari pengaruh sistem pendewasaan yang Instan ini.

Saturday 18 December 2010

Umum_Tayangan Televisi

0 comments
Tayangan Berita di Televisi
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Menonton berita televisi menjadi kebutuhan penting bagi sebagian orang tidak terkecuali saya. Apalagi dijaman yang sudah demikian canggih dan hebat tentunya segala macam berita dapat dicari dan disuguhkan secara cepat. Berita menjadi sangat penting karena selain menambah wawasan berita juga menjadi semacam acuan untuk selalu mengikuti trend terbaru di masyarakat.

Berita – berita yang disuguhkan diberbagai channel televisi di republik ini sudah hampir menjadi kebutuhan pokok bagi sebagaian orang meski bagi sebagian orang lainnya berita mungkin hanya dianggap acara pelengkap televisi saja namun tetap saja berita masih menjadi andalan untuk tempat mencari referensi terbaru. Mulai dari berita ekonomi – olahraga – politik – sosial – budaya sampai informasi – informasi ringan yang masih dibingkai dalam kemasan berita. Semua itu tentu saja membuat wawasan setiap pemirsanya bertambah.

Meski demikian hampir di setiap channel televisi kita menyajikan berita yang sama dengan kemasan yang berbeda – beda. Dan inilah yang ingin saya bicarakan dengan para pembaca disini. Menurut sebagian pendapat teman – teman, porsi berita yang disajikan media televisi kurang berimbang sehingga berita yang ditangkap juga tidak maksimal seolah – olah informasinya tidak tersampaikan dengan baik. Secara pribadi saya masih salut dan menaruh banyak harapan untuk TVOne sebuah televisi baru yang berani merubah “Image” dari televisi “Esek Esek” menjadi televisi News yang luar biasa berhasil. Tentunya itu bukan langkah yang mudah.

Mestinya, langkah – langkah baik seperti TVOne ini bisa menjadi referensi stasiun televisi lain dalam penyajian berita sebab semua konten siaran baik itu berita, acara hiburan, reality show dan acara lain lainnya saya rasa tergantung daripada pengelola televisi itu sendiri. Tergantung dari bagaimana cara mereka mengemas dan memberitakannya dengan baik dan benar. Tidak semata mata latah dan mengekor dari acara stasiun lainnya.

TVOne masih menjadi satu satunya televisi yang berani dalam penyajian berita selain MetroTV tentunya. Dan TVOne juga masih menjadi Icon TVNews yang Uptodate beritanya. Tetapi saya sangat menyayangkan untuk porsi dan system pemberitaannya. Kenapa ?, begini ;

Mestinya berita yang disajikan jangan dipotong hanya karena iklan yang harus tayang karena dengan demikian hilang sudah inti kalimat – kalimat yang akan disampaikan narasumbernya. Sehingga pada akhirnya kalimat – kalimat yang sesungguhnya penting tidak muncul karena narasumber lupa, atau digeser oleh pertanyaan lain Presenternya. Mungkin ini hal sepele namun menurut saya, justru ini hal besar yang perlu diperbaiki oleh Siapapun bukan hanya TVOne. Lalu bagaimana caranya agar kalimat – kalimat narasumber tidak terpotong karena jeda iklan, mudah saja sebetulnya. Buat saja format dengan sessi detail sehingga jelas kapan iklan harus lewat kapan narasumber harus jeda berbicara. Bukan seperti sekarang ini, belum selesai narasumber berbicara eh kepotong iklan lewat khan hilang sudah inti beritanya.

Jangan bersembunyi dibalik alasan kami khan dibayar oleh iklan. Kami khan harus berbagi dengan partner. Saya rasa selama pembagian waktunya sama tidak akan ada masalah dengan soal iklan. Toh tetap saja iklan akan keluar dijam itu juga. Wong tinggal di bagi saja kok. Sehingga narasumbernya juga tahu harus sampai kapan dia berhenti berbicara. Sama seperti siaran diradio bahkan diradio justru ada blocking time yang iklannya otomatis keluar sendiri tetapi khan penyiarnya bisa tetap control. Meskipun harus dengan latihan terlebih dahulu. Tidak perlu terburu – buru menyelesaikan topic sehingga garis besarnya tidak tercapai hanya karena banyaknya iklan yang muncul. Yang penting adalah bagaimana tema besar yang dibahas bisa disampaikan dengan baik dan tercapainya suatu target pembahasan sehingga pemirsa dapat menarik kesimpulan dengan yang sebenar benarnya bukan rancu. Saya rasa harapan seperti ini menjadi harapan siapa saja yang menonton berita di televisi bukan sekedar harapan saya. Karena saya rasa keinginan ini wajar sebab kami_Masyarakat_memiliki hak untuk mengatakan ini. Dan karena televisi merupakan Public Domain sehingga rasanya siapapun berhak mendapat kebenaran yang sebenar benarnya.

Bekalnews Pekalongan

Friday 17 December 2010

Kumpul Penulis_Dunia Anak

0 comments
Anak – Anak & Dunia Yang Hilang
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Dunia anak sudah seharusnya menjadi dunia yang menyenangkan, gembira, ringan tetapi tetap edukatif. Lalu bagaimana dengan tayangan – tayangan di televisi yang saat ini menurut saya justru menjajah dunia anak. Mari kita bicarakan bersama sama disini agar tercapai suatu pemikiran brilian agar bisa merubah kerangka berfikir teman – teman pengelola televisi di republik ini.

Banyaknya tayangan / acara televisi yang secara langsung mempengaruhi gaya berfikir anak – anak kita memang perlu dicermati secara khusus. Karena akibatnya bukan tidak mungkin anak – anak kita menjadi dewasa sebelum waktunya akibat dari tontonan yang seharusnya bukan menjadi konsumsi dunia anak. Contoh nyata yang tidak bisa terelakan lagi misalnya “Opera Anak”, didalam penyajian ceritanya Opera Anak seringkali memperlakukan anak – anak menjadi tokoh dewasa. Entah itu menjadi Suami – menjadi istri atau menjadi tokoh lain yang notabene dewasa. Sehingga menuntut anak – anak bermain dan berfikir keras layaknya pemain dewasa. Mulai dari gerak gerik diatas panggung sampai tutur bahasa yang diucapkan pun tidak ubahnya seperti orang dewasa. Dan tentu saja secara psikology ini sangat mempengaruhi tabiat asli si anak tersebut.

Anak – anak belajar dari perilaku dan apa saja yang dilihatnya. Jika saja perilakunya di setting sedemikian rupa layaknya orang dewasa maka bukan tidak mungkin kelak juga sifatnya akan terbawa dalam kehidupannya sehari – hari. Iya kalau yang diperolehnya adalah kata – kata yang sopan, namun jika yang diperolehnya kata – kata yang sebenarnya kasar, tidak sopan, maka bukan tidak mungkin juga kelak sang anak akan demikian adanya, walaupun kita semua tahu tidak semestinya mereka berperilaku demikian.

Jangan berdalih bahwa anak – anak tersebut hanya memainkan peran di Opera itu, jangan pula berdalih bahwa semua perilaku dan tindak tanduk tersebut hanya untuk lelucon, dagelan atau kepentingan hiburan semata. Coba Pembaca yang budiman bayangkan, jika saya mengejek anda dengan kalimat – kalimat ejekan yang bernada lucu apa yang anda rasakan tertawa atau malah tersinggung ? saya yakin anda pasti akan tersinggung, kenapa karena kerangka berfikir kita sudah dalam kerangka berfikir orang dewasa. Tetapi jika anak – anak yang melakukan ejekan tersebut apa yang anda rasakan ?tertawa ? tentu tidak bukan ? pasti anda berfikir kok bisa ya anak sekecil itu melakukannya. Belajar dari mana kira – kira ?.

Maka dari itu saya berpendapat bahwa tidak sepantasnya anak kecil melakukan adegan layaknya orang dewasa meski hanya untuk kepentingan hiburan semata atau lawakan semata atau apaun namanya. Kita semua tahu pembuat acara ditelevisi tentunya memiliki seribu satu macam alasan untuk tetap mempertahankan pendapatnya, mulai dari tuntutan peranlah, skenariolah, hanya kepentingan hiburanlah dan banyak kalimat lain. Sah – sah saja menghibur orang tetapi apa harus dengan mentertawakan orang, apa harus dengan mencerca orang lain apalagi anak kecil, apa harus dengan mengajari anak – anak melakukan peran orang dewasa. Wong anak kecil kok diajari mencerca orang lain semakin banyak lontaran cercaan, semakin banyak ledekan kepada lawan mainnya maka semakin banyak pula gelak tawa yang ada, ini khan gila !

Mestinya Opera Anak bisa menjadi wadah kreatifitas anak yang selama ini mati suri di dalam Industri pertelevisian kita. Mestinya mampu menjadi wahana eduksi bagi anak – anak yang dunianya sudah hilang ditelan budaya asing yang semakin kacau balau. Bukan sebatas kaki tangan kapitaslisme yang menjual nama anak – anak. Disini saya tidak akan menilai siapapun entah itu Sule atau siapapun dibalik pementasan acara tersebut. Tetapi lebih kepada keprihatinan atas dunia anak yang ternyata justru menjadi komoditas dan eksploitasi besar – besaran. Jika saja Opera Anak bisa mengangkat cerita – cerita yang edukatif, menginspirasi, dan sesuai dengan dunia anak alangkah bahagianya orang tua di republik ini karena ternyata masih ada yang peduli dengan dunia anak dan pendidikannya tidak sekadar hiburan.

Mari sama – sama kita fikirkan langkah – langkah apa yang seharusnya dilakukan agar dunia anak – anak tidak lagi menjadi jajahan kapitalisme tetapi lebih kepada pendidikan moralitas bagi anak – anak kita semua.
Bersambung...............

Wednesday 15 December 2010

Kumpul Penulis

0 comments
Euphoria Timnas Indonesia
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Kebangkitan persepak bolaan Indonesia tampaknya sudah dimulai. Tim sepakbola Nasional kita nampaknya sudah haus prestasi diranah Asia maupun Internasional. Itu dibuktikan dalam laga piala AFF kali ini. Dari beberapa kali laga tanding tim nasional kita berhasil menaklukan lawan – lawannya dengan membanggakan. Dengan gaya permainan sepakbola yang telah berubah bahkan banyak sekali perubahan sikap dan mental pemainnya mendekati gaya permainan di daratan Eropa sana.

Tim sepakbola nasional kita seolah ingin mengubur citra lama dan bangkit dari keterpurukan masa lalu. Dulu memang saya sendiri tidak begitu respek dengan gaya permainan pesepakbola Indonesia entah itu pemain tim – tim lokal atau bahkan tim nasional sekalipun. Karena menurut pengamatan saya_Meskipun Hanya Pengamat Amatiran_gaya permainan sepakbola yang dianut adalah gaya permainan “Kayu” sehingga semuanya tidak indah tidak enak dinikmati. Permainan yang seringkali hanya mengandalkan kekerasan dilapangan kerap terjadi sehingga citra yang penonton lihat pun hanya citra yang jelek. Emosional para pemain dilapangan lebih menonjol daripada strateginya sehingga akan mudah dipancing lawan tentunya. Citra permainan yang jelek dan kasar memang pantas disandang oleh para pemain sepakbola Indonesia.

Namun ternyata pencitraan tersebut perlahan – lahan mulai diperbaiki oleh pemain sepakbola kita. Entahlah, apa mungkin mereka sudah mulai mau belajar untuk mengendalikan emosi dilapangan dan mempertajam strategi permainannya atau ada hal lain dibalik perubahan tersebut. Tetapi Wal hasil tentunya membuat segenap penonton dan penggila bola menjadi berubah menjadi lebih respek dan membanggakan permainan pemain sepakbola negeri sendiri. Gaya permainan Tim Nasional kita sudah jauh lebih baik daripada masa lalu sehingga permainan dilapangan pun lebih nikmat di saksikan. Rasanya ingin sekali bisa nonton langsung permainan dilapangan sehingga semangat yang ada akan lebih menyatu bersama kawan – kawan lainnya.

Tim Nasional Indonesia mulai menunjukan prestasi membanggakan sekaligus membuat sejarah penting bagi kebangkitan Persepakbolaan Indonesia. Menurut saya pemain sepakbola khususnya Tim Nasional mestinya adalah putra bangsa jangan melibatkan warga Negara asing sehingga putra bangsa pun bisa memiliki kebanggaan atas negaranya sendiri. Tidak masalah seandainya harus ada Naturalisasi pemain untuk Tim Nasional tetapi harus selektif agar tidak kecewa atas permainan pemain yang di Naturalisasikan tersebut. Jangan pula membudayakan bangga dengan pemain asing apalagi kemampuannya belum bisa dipercaya. Karena ini juga sudah menjadi kebiasaan buruk kita yang selalu membanggakan pemain asing walaupun sejujurnya kemampuannya kadang – kadang tidak lebih baik dari pemain putra bangsa sendiri.

Irfan Bachdim, sosok pemain muda yang secara singkat mendapat tempat dihati masyarakat juga sekaligus menjadi icon baru dunia bola di Indonesia. Setidaknya ini bisa dijadikan pelajaran berharga bagi pemain – pemain senior yang mungkin namanya tidak setenar Irfan Bachdim. Karena dalam dunia sepakbola tentunya bukan nama tenar yang menjadi bekal utama tetapi lebih kepada bagaimana strategi dilapangan bagaimana cara menaklukan lawan dengan gol sebanyak – banyaknya tetapi dengan gaya permainan yang menarik dan cerdas. Bukan sebatas bermain.

Selain nama Irfan Bachdim, Kita juga masih punya pemain – pemain yang talentanya masih sangat luar biasa sebut saja seperti “BP” atau Bambang Pamungkas – Oktovianus Maniani seorang pemain dengan semangat menyerang yang tinggi – Markus Haris Maulana, seorang talent penjaga gawang yang tidak kenal takut serangan lawan – dan banyak pemain lainnya dengan karakter masing – masing.

Regenerasi pemain nampaknya tidak perlu dikawatirkan sebab pemain – pemain baru dengan semangat baru tentunya tidak kalah berpotensinya meski jam bertandingnya belum cukup lama. Tetapi saya punya keyakinan bahwa seandainya Tim Nasional kita mengadakan peremajaan pemain meski tidak secara total paling tidak langkah ini akan memberikan nuansa yang berbeda. Permainan yang jauh lebih baik dari permainan – permainan sebelumnya misalnya atau paling tidak semangat baru tentunya akan membuat gaya permainan semakin indah. Kita semua tahu bahwa pemain sepakbola anak kita juga pernah punya pengalaman bermain diluar negeri dan menorehkan prestasi dengan mengalahkan Negara yang permainan sepakbolanya sudah lebih dulu maju dan tentunya ini bukan hanya keberuntungan semata, tetapi teknik dan strategi. Sehingga kita tidak perlu ragu – ragu memberikan kepercayaan kepada mereka agar kontribusinya menjadi maksimal. Belajarlah menghargai prestasi – prestasi hasil dari warga pribumi agar iklim budaya mencintai tanah airnya kembali menjadi keteguhan hati.

Perekrutan pemain bola asal luar negeri sebaiknya di hentikan saja lebih baik dana pembelian pemain itu digunakan untuk mendukung proses pembelajaran pemain pribumi misalnya dengan menyekolahkan mereka di sekolah bola Eropa atau memperbaiki sarana dan prasarana bola. Karena saya masih yakin bahwasanya kemampuan pemain – pemain pribumi asli tidak kalah hebatnya dengan pemain asal luar negeri. Kita jangan membiasakan diri berbangga produk luar, tetapi berbanggalah dengan produk dalam negeri. Yang penting perhatian kepada pemain jangan tanggung – tanggung. Meski demikian toh bukan berarti mereka harus dimanja. Tetap pada proporsional dan professional.

Euphoria Penonton / Supporter
Euphoria supporter bagi Tim sepakbola Nasional nampaknya tidak perlu diragukan lagi dan mungkin saja itu terpengaruh dari hasil permainan yang akhir – akhir ini semakin baik dan berprestasi. Kita semua tahu betapa rindunya terhadap permainan sepakbola Indonesia di kancah Internasional agar kita juga mempunyai nama baik dimata dunia Internasional. Betapa rindunya agar Tim Nasional kita bisa berlaga di ajang bergengsi Piala Dunia. Dan nampaknya keinginan itu sedikit bisa terobati dengan prestasi yang baru – baru ini dicapai para pemain Nasional kita. Tetapi tentunya keinginan itu harus di imbangi dengan iklim penonton yang kondusif, aman, dan penonton yang cerdas.

Mungkin belum hilang dari ingatan kita betapa rusuhnya supporter – supporter yang datang dari klub daerah, entah itu “Bonek” Surabaya, “The Jak Mania” Jakarta ataupun “Bobotoh” Bandung serta supporter – supporter lain yang kadang kala merugikan banyak pihak yang sebetulnya tidak perlu dilakukan. Berapa banyak korban – korban berjatuhan dan berapa rupiah kerugian yang ditanggung akibat ulah mereka karena kecewa dengan permainan tim idolanya. Tetapi singkat sajalah, saya menghimbau kepada segenap pecinta bola di negeri ini untuk belajar cerdas menjadi Suporter bola dan jauh dari unsur anarkisme agar citra penonton atau supporter bola juga menjadi bersih meski untuk merubah itu bukanlah langkah yang mudah. Berangkat dengan niat baik dan menjadi penonton yang baik saya rasa harus bisa mengendalikan diri dan menjauhi kekerasan agar iklim bola menjadi bersih sehingga pada akhirnya nanti dunia persepakbolaan di Indonesia mampu menjadi sesuatu yang memberikan kontribusi baik bagi negaranya.

Akhirnya saya hanya mampu memberikan ucapaan selamat kepada segenap Tim Nasional maupun Calon Tim Nasional untuk prestasi yang sangat luar biasa ini. Terus jaga semangat ini sampai titik darah penghabisan. Selamat datang bagi warga Negara Indonesia dari luar negeri yang ingin membela negeri ini melalui ajang sepakbola meski dengan Naturalisasi dulu. Jangan lengah atas prestasi yang sudah dicapai sebab jalan masih panjang agar Tim Sepakbola Nasional Indonesia mampu berlaga diajang Piala Dunia. Tetap semangat.

Selamat Berjuang Indonesia

Kumpul Penulis

0 comments
Hilangnya Lagu Anak - Anak
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Menghilangnya lagu – lagu anak dari ranah hiburan maupun dunia anak – anak itu sendiri sekarang ini tidak lepas dari peran penting dunia pertelevisian kita. Oleh sebab itu saya akan membicarakan terlebih dahulu mengapa dunia pertelevisian menjadi sangat penting dalam hal mempengaruhi dan tumbuh kembangnya lagu – lagu anak bagi dunia anak – anak tentunya.

Semangat untuk kembali melestarikan dan mencipta karya – karya lagu yang diperuntukan bagi anak – anak tidak lepas dari peran penting publikasi secara besar – besaran agar tercapai suatu target yang maksimal karena tanpa publikasi rasanya mustahil bisa memberikan kontribusi nyata. Karena akan terlindas oleh budaya – budaya lain yang menurut saya justru bukan konsumsi anak. Bukan dunia anak – anak, tetapi karena mau tidak mau kita hanya bisa menonton maka apapun yang ada itulah yang kemudian menjadi konsumsi publik termasuk anak – anak.

Sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak salah satunya tentu saja media televisi karena media yang satu ini sangat dekat sekali di masyarakat selain murah – mudah – televisi juga menjadi satu – satunya literature bagi warga masyarakat. Sehingga apapun tontonan yang di suguhkan tentunya akan menjadi sebuah konsumsi yang perlu di perhatikan. Jika tayangannya baik maka tentu saja hasil yang didapatkan akan baik pula jika tayangan yang di tonton tidak baik maka bukan tidak mungkin hasil yang didapat akan tidak baik pula. Meski demikian kita memang harus pandai – pandai memilih dan memilah tayangan yang ada_Meski sejujurnya itu itu saja_agar tidak terjebak dalam tontonan yang tidak baik bahkan tidak mempunyai nilai edukasi.

Kembali tentang lagu – lagu anak. Bahwasanya lagu anak telah punah sepertinya tidak begitu juga tetapi jika dikatakan lagu – lagu anak sudah langka tentunya tidak dapat dipungkiri lagi. Karena memang lagu – lagu yang banyak dipasaran tidak lagi sehebat era 90an ketika saya masih anak – anak. Memang di era sekarang pun lagu – lagunya hebat bahkan lebih hebat dari tahun – tahun 90an karena lagu – lagu jaman sekarang tidak perlu memikirkan pengendapan ide – ide kreatif yang berdampak pada psychology anak – anak. Lagu – lagu sekarang tidak lagi mengandung makna yang membangun, meng edukasi, apalagi meng inspirasi ke kebaikan. Justru banyak lagu – lagu sekarang yang sangat meng inspirasi menuju arah tidak baik. Misalnya saja dengan lirik – lirik yang sejujurnya tidak pantas untuk konsumsi publik misalnya “Dasar Kamu Bajingan – Selingkuh – Kugantikan Bibirnya Dengan Bibirku" dan masih banyak lagi lagu – lagu yang menurut saja cukup memiliki andil merusak mental anak – anak. Lagu sekarang Yang penting enak maka tanpa nilai eduksi pun bisa saja dilempar kepasaran asal laku.

Beberapa program ditelevisi di negeri tercinta ini yang bertema anak – anak juga bisa menjadi acuan_setidaknya_ tentang bagaimana sebenarnya nasib lagu – lagu anak Indonesia betapa tidak, mereka cenderung memilih menggunakan backsound lagu – lagu anak luar negeri padahal jika diperhatikan jauh lebih pas jika backsoundnya menggunakan lagu – lagu anak asli Indonesia toh itu jauh lebih baik dan saya rasa itupun bisa menjadi kampaye kecil untuk mencintai produk Indonesia. Tetapi Ironisnya justru teman – teman di televisi kita ini seakan tidak peduli atas dunia anak kita. Buktinya, programnya memang berjudul anak – anak Indonesia tetapi backsoundnya lagu anak manca khan aneh. Seolah mereka lebih membanggakan anak – anak manca daripada anak – anak Indonesia. Coba Pembaca sekalian perhatikan.

Ada apa dengan industri televisi di Indonesia ini ?
Apakah sekiranya dunia anak – anak sudah tidak lagi menghasilkan bagi industri pertelevisian sehingga mereka terpinggirkan. Apakah dunia anak – anak sudah tidak lagi mendapat tempat bagi tim – tim kreatif pertelevisian kita sehingga jikalaupun ada program anak – anak pasti tidak lepas dari sisi komersialisai belaka. Sehingga unsur penting edukasinya tidak diangkat bahkan boleh dikata tidak ada. Ironis.

Lalu kemana orang – orang yang peduli atas hak – hak anak, kemana para seniman – seniman yang mencintai dunia anak – anak di negeri ini, setidaknya yang masih peduli atas nasib lagu – lagu anak kita, apakah mereka sudah tidak ada lagi sehingga lagu – lagu anak tidak tersentuh dan tidak tercipta lagi atau jikapun masih ada seniman – seniwati yang peduli atas dunia anak tetapi kreatifitasnya tidak bisa di apresiasikan karena mungkin idenya tidak bisa menghasilkan Duit jika dinilai dari segi Industrialisasi.

Maka tentunya sulit bagi seniman itu sendiri untuk maju membangkitkan dunia anak – anak. Mestinya hal ini mendapat perhatian yang serius dari pihak yang berwenang. Dalam hal ini tentu bukan saja peran pemerintah yang penting tetapi unsur – unsur pendukung vital seperti peran televisi juga sangat dibutuhkan. Mengapa peran televise menjadi sangat penting dalam hal membudayakan kembali lagu – lagu anak asli Indonesia, karena televise mempunyai kekuatan untuk melakukan hal tersebut.

Saya heran kenapa banyak program ditelevisi yang melibatkan anak – anak tetapi tidak menyentuh muatan untuk anak itu sendiri, mereka cenderung mengangkat sisi komersialisasi semata. Anak – anak seolah menjadi komoditas dan perdagangan kaum cendekia termasuk orang tuanya sendiri tanpa mereka sadari. Bagaimana tidak jika anak – anak atau remaja seusia itu sudah di ekploitasi secara hebat dan besar – besaran hanya untuk memahami dunia entertaint dewasa tentunya membuat kerangka berfikir anak menjadi kerangka berfikir orang dewasa sebelum waktunya. Hal ini terjadi terjadi sudah bertahun – tahun dan nampaknya sudah menjadi kebiasaan pemerintah kita untuk berdiam diri. Nanti jika sudah ada “Ontran – Ontran” barulah mengambil tindakan seperlunya. Ini khan ironis.

Mestinya pemerintah selaku pihak yang memiliki kebijakan publik segera memberlakukan system penyaringan yang lebih ketat namun ketat disini jangan selalu diartikan dengan keras atau juga kekerasan. Tidak perlulah membredel televisi yang menayangkan program anak tetapi tidak sesuai dengan nilai edukasinya. Tidak perlulah kiranya membuat Undang – Undang baru berkaitan dengan dunia anak – anak, Undang – Undangnya toh sudah ada tinggal diberlakukan semestinya dan justru lebih kepada langkah nyata misalnya, membuat klasifikasi program untuk anak – anak harus jelas mulai dari jenis – muatan – dan hasil atau dampak kepada anak – anak. Baik dampak langsung maupun tidak langsung. Sortir pula lagu – lagu yang akan dinyanyikan artis anak sehingga kerangka berfikirnya pun masih selayaknya anak bukan kerangka berfikir orang dewasa. Lalu hilangkan program – program yang hanya mengeksploitasi anak – anak tanpa muatan edukasi yang baik. Mungkin ada dari beberapa Sahabat media yang tidak sependapat dengan saya tentang konten lagu tetapi coba anda perhatikan konten lagu – lagu yang isinya menurut saya tidak pantas di dengarkan di ruang publik “Dasar Kamu Bajingan – Selingkuh – Kugantikan Bibirnya Dengan Bibirku – Selingkuh Sekali Saja” Ini khan sama saja dengan mengajari pendengarnya. Mungkin bagi beberapa orang bisa saja beralasan “Ah itu khan hanya lagu” atau begini “ Kalau Tidak Suka Ya Jangan Di Dengarkan” ini bukan masalah suka tidak suka bukan juga masalah mendengar atau tidak mendengar tetapi masalahnya adalah Moral !. Moralitas sang pencipta lagu itu sendiri dan dampak Moralnya bagi pendengarnya. Anehnya justru banyak orang – orang bersembunyi dibalik alasan itu demi kemenangan sementara.

Langkah nyata yang paling sederhana lagi adalah kumpulkan perwakilan tim – tim kreatif televisi dan buatkan semacam seminar tentang menghargai hak – hak anak sehingga mereka pada akhirnya akan mampu mengerti dunia anak – anak. Atur sejelas mungkin sehingga jangan ada lagi program anak tetapi iringan musiknya menggunakan lagu – lagu non pribumi. Memang ini bukan perkara yang besar mungkin bagi sebagian orang tetapi menurut saya ini bisa menjadi perkara yang sangat besar dan turut andil dalam pengikisan mencintai budaya Indonesia. Coba saja pembaca renungkan.

Saya mungkin tidak terlalu pintar seperti orang – orang televisi itu tetapi saya masih mampu memilah mana – mana yang baik untuk dikonsumsi anak – anak dan mana yang kurang baik bagi pertumbuhan Psikology anak. Meski Itupun tidak jaminan bahwasanya anak – anak bisa cepat mencintai karya – karya yang memang seharusnya menjadi konsumsinya. Maka disini peran orang tua sangat dibutuhkan sekali. Saya punya pengalaman pribadi dan menurut saya pengalaman ini cukup menarik untuk di bicarakan.

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat kontrak kerjasama dengan pihak KFC di Pekalongan melalui salah satu Event Organizer dari Jogja. Dan dalam kontrak yang pada akhirnya kami sepakati tersebut menugaskan saya dan beberapa kawan untuk menjadi pengajar seni di KFC. Seni lukis dan seni tari tradisional jawa sesuai dengan motto sanggar saya “Turut Melestarikan Budaya Indonesia”. Seiring perjalanan waktu untuk seni melukis atau menggambar berjalan lancar tetapi untuk seni tari ternyata menjadi suatu permasalahan yang cukup menampar bagi saya secara pribadi.

Diantara anggota klub anak – anak yang mengikuti kegiatan seni tari tradisional ternyata tidak semua orang tuanya mendukung. Saya perhatikan dari keseluruhan anggota klub disitu hanya beberapa saja yang antusias dan benar – benar serius mempelajari seni tari tradisional sementara yang lain meminta agar saya mengajari tarian – tarian modern yang kreasinya seperti di acara – acara televisi. Dilema memang tetapi karena saya masih tetap pada prisipnya maka saya jelaskan kepada beberapa orang tua anggota klub tersebut bahwa kami tidak semata – mata mengajari gerakan tari tetapi juga turut melestarikan budaya Indonesia meski hanya melalui seni. Tetapi tetap saja ada beberapa orang tua anak yang tidak setuju dan tetap ngotot untuk mengganti tari tradisional dengan tari modern dengan alasan bahwa tari tradisional gerakannya susah dipelajari, tari tradisional musiknya membosankan, dan bla bla bla. Yang pada intinya tidak mau lagi diberi materi tari tradisional maunya tari modern dalam hal ini adalah Breakdance atau semacamnya.

Cerita itu cukup membuat saya berfikir bahwa terkikisnya rasa mencintai budaya Indonesia juga ternyata tidak lepas dari peran orang tua. Bagaimana anak – anak bisa belajar dan melestarikan sesuatu juga tidak lepas dari dukungan orang tua, jika orang tua mendukung dan memberi dorongan maka anak pun tentunya akan semangat mempelajarinya. Dilemanya adalah manakala si anak penginnya belajar yang baik tetapi tidak didukung karena menurut orang tuanya kurang baik, seperti contoh kasus dicerita saya diatas. Padahal si anak pengin dan suka belajar tari tradisional tetapi karena orang tuanya tidak mendukung maka pupuslah sudah 1 anak generasi bangsa yang mencoba mencintai budaya Indonesia. Coba Sahabat Media dan Pembaca Yang budiman bayangkan jika ternyata orang tua yang semacam diatas tadi ada ribuan maka sudah dapat kita prediksi berapa kira – kira anak yang tidak lagi mencintai budaya Indonesia hasil dari pengaruh dan Indoktrinasi orang tuanya sendiri. Maka sulit rasanya mengharapkan kebangkitan dunia anak – anak yang sesuai dengan tempatnya.

Maka menurut saya adalah Mutlak, kebangkitan dunia anak – anak termasuk lagu – lagu anak hanya bisa di lakukan dengan media televisi. Tinggal bagaimana caranya setiap program yang diperuntukan bagi anak – anak sesuai benar dengan ranahnya, jangan semata – mata bernilai jual belaka.

Bersambung..........
BekalNew’s Pekalongan

Monday 13 December 2010

All About Remaja_Sherina

0 comments
4th single
Pikir Lagi!
(Theme song MTV Staying Alive 2010)
Salam sejahtera bagi kita semua, kepada rekan-rekan, kami TRINITY OPTIMA PRODUCTION kembali menghadirkan single SherinaPikir Lagi ! dari album GEMINI, menyampaikan banyak terima kasih atas perhatiannya, berikut kami cantumkan link download:

Bersamaan dengan ditunjuknya Sherina Munaf sebagai ambassador MTV Staying Alive 2010, lagu berjudul ‘Pikir Lagi!’ mulai sering terdengar. Selain menjadi theme song MTV Staying Alive 2010, lagu ‘Pikir Lagi!’ juga mengingatkan kita agar selalu berpikir berulang kali saat akan melakukan sesuatu. Yang harus dipikirkan adalah efek atau akibat dari perbuatan tersebut. Selain itu, yang paling penting adalah tidak memberikan statement  atau komentar bernada judgmental kepada orang lain. Karena bisa jadi malah kita melakukan hal yang sama tersebut.
Kalau dibaca liriknya, kalimatnya lugas nyaris tanpa kiasan. Sebab itu, Sherina menggunakan tanda seru (!) di kata ‘Pikir Lagi!’. Alasannya benar-benar meminta perhatian yang membaca atau mendengar untuk melihat dan mengevaluasi apakah yang dipikir A adalah A. Agar orang lebih kritis menghadapi suatu berita atau informasi yang belum tentu benar dan akurat 100%.
 
Selain liriknya lugas dengan pesan yang sangat jelas, musiknya juga lebih upbeat. Padahal menurut Sherina, lagu ‘Pikir Lagi!’ termasuk yang cukup instan meciptakannya. Hasil iseng yang serius di tengah mengerjakan lagu-lagu di album materi.
Mengenai terpilihnya Sherina Munaf sebagai ambassador MTV Staying Alive 2010 tentunya setelah melalui proses panjang dari tim MTV Staying Alive. Mengutip dari isi press release yang diterbitkan Global TV, “Sebagai artis dan musisi serta penulis lagu yang masih muda, Sherina telah memiliki 5 album lagu. Album pertamanya ia luncurkan pada saat ia masih berumur 9 tahun. Tentunya dengan segudang prestasi yang dimilikinya, Sherina merupakan icon bagi generasi muda karena dapat menginspirasi dan menjadi contoh positif”.  

Free Download

PromediaNews

Al Husna - Senandung Diatas Ombak

0 comments
 Senandung Diatas Ombak
Dua tahun sudah Aku berpisah dengan ke dua orang tuaku dan satu orang adikku. Ya… selama ini Aku tinggal di Solo bersama ke tiga orang adikku, kami hidup bersama kakek nenek kami. Bukan, bukan karena kami diusir atau tidak diakui oleh orang tua kami. Tapi, karena keadaanlah yang memaksa kami untuk hidup terpisah sementara.
Ini semua karena peristiwa dua tahun yang lalu. Ketika itu, kami sekeluarga terdesak keadaan ekonomi. Bapak yang ketika itu menjadi seorang pedagang ayam potong di pasar, mempunyai hutang yang sangat besar – ke bank, koperasi maupun ke teman-temannya. Ibu juga yang hanya seorang pedagang warung biasa, permodalan dan keuntungannya semakin tidak jelas. Ditambah biaya sekolahku dan ke empat adikku yang semakin membengkak. Maklum, kami tinggal di kota besar, ya di Jakarta. Yang kita tau sendiri pengeluaran di kota pastilah tidak sedikit. Sehingga, dengan keadaan seperti ini, Bapak memutuskan agar kami anak-anaknya di tempatkan di Solo, tepatnya di rumah nenek kami. Karena di Solo, banyak pula saudara kami.
Aku, dan ke tiga adikku yaitu Nurul, Zahra, dan Ali di pindahkan ke Solo. Kecuali adikku yang pertama yaitu Husna, dia tidak ikut. Dia tetap di Jakarta karena dia ditunjuk agar menemani Ibu dan Bapak untuk tetap membantu mereka di Jakarta. Jujur, keputusan itu sangat berat bagi kami semua. Karena, kami lima saudara dan Ibu Bapak sebelumnya tidak pernah hidup berjauhan seperti ini. Tapi apa boleh buat? Keputusan ini diambil karena dianggap sebagai keputusan terbaik. Katanya agar biaya pengeluaran sekolah dan yang lainnya tidak terlalu besar, karena kehidupan di desa dan kota sangatlah berbeda. Tapi keputusan ini bukan semata-mata Bapak yang menjadi kepala keluarga telah lepas tanggung jawab, tidak – Bapak tetap menghidupi kami yang berada di desa.
Akhirnya kami berempat pun pergi ke Solo. Bapak mengantar kami sampai rumah Nenek, sedangkan Ibu dan Husna mengantar kami hanya sampai terminal. Aku masih ingat dengan tangisan dan pelukan hangat dari Ibu. Tidak lupa juga wajah Husna yang sangat merah karena menahan air matanya. Ya… Aku tau, karena Husna, adikku yang ketika kecil sangat cengeng tapi ketika tumbuh besar, justru sebaliknya – Dia paling gengsi untuk menangis. Apalagi Aku dan dia memang terlalu dekat. Tapi, perpisahan kami itu telah membuat Aku bisa berpelukan dengannya. Mengingat slama ini, kami lebih sering bertengkar. Maklum adik kakak.
Sofi, kamu harus kuat ya! Jaga adik-adikmu, Bapak pasti akan selalu mengunjungi kalian dan mendo’akan kalian” kata Bapak sambil memegang pundakku. Aku tidak bisa berkata apa-apa, Aku hanya terus menangis. Bahkan ketika kami sedang di Bus. Sedangkan Nurul yang masih kelas satu SMP hanya melamun dan sesekali meneteskan air mata. Zahra yang waktu itu kelas lima SD dan Ali yang kelas dua SD mereka tak mengerti arti perpisahan sementara ini, karena ku yakin kami suatu saat nanti akan berkumpul kembali. Zahra dan Ali sepanjang perjalanan hanya tertawa dan bercanda ria. Mereka pikir, kami semua akan berlibur, seperti liburan mudik yang sudah-sudah.
Memang kehidupan kami berempat di Solo, berubah total. Kami hidup lebih sederhana. Apalagi ketika kami harus menerima kenyataan ketika akan makan. Biasanya setiap hari, ketika di Jakarta – menu makanan kami lengkap, dari mulai sayur-mayur, lauk-pauk dan buah-buahan. Tapi ketika di Solo?? Kami makan seadanya, yang penting ada sayur. Itu pun sangat terbatas. Terkadang kami hanya makan dengan ditemani kerupuk yang harganya Rp. 1000,- untuk eanm orang – yang satu bungkusnya itu hanya berisi 10 buah kerupuk saja. Sungguh, sangat menyedihkan. Awalnya, kami berempat tidak mau makan, sangat tidak berselera, tapi mau tidak mau kami paksakan untuk makan dengan menu seadanya. Untungnya adikku yang kecil yaitu Zahra dan Ali, mereka tidak pernah rewel dalam makanan. Justru yang kulihat, mereka sangat senag tinggal di desa. Mereka main di sawah, kebun, membantu memberi makan kambing, sapi dan lain-lain. Walaupun pada awalnya pun, mereka sempat menangis karena sadar bahwa Ibu dan Bapak tidaklah tinggal bersama di Solo. Tapi, tangisan mereka cepat berlalu. Alangkah shalehnya adik-adikku. Aku bangga pada mereka!!
Setiap hari, Ibu tak pernah lupa untuk menelpon kami  atau kalau tidak ada pulsa banyak, Ibu cukup SMS kepada kami. Subhanallah…. mendengar suara Ibu semakin lama semakin membuat kami rindu ingin berkumpul lagi. Tapi sayang, Aku jarang bisa berkomunikasi dengan Husna – karena yang kudengar, Husna semakin aktif saja di sekolahnya, dia pulang sore lalu langsung membantu semua pekerjaan Ibu di rumah – sehingga dia capek dan suka langsung istirahat. Ya… Aku tau betul dia, memang dia itu sangat aktif di sekolahnya, apalagi dia terpilih menjadi ketua OSIS. Tapi, Alhamdulillah meskipun dia sangat sibuk di sekolahnya, dia tak pernah lupa dengan kewajibannya kepada Ibu dan Bapak.
Ya… mungkin kehidupan Husna di sana, tidaklah serumit kami berempat. Aku yang akan pergi ke sekolah harus menunggu angkot yang lama ngetemnya satu jam. Belum lagi jalan ke sekolahnya sejauh satu kilometer, di mana Aku melewati pohon-pohon kayu, yang awalya sangat menyeramkan. Tapi, yang kuyakini adalah, ini semua jalan yang telah Allah tentukan kepadaku. Dan Allah pun adil. Karena kutau, di sana Husna tidak bisa sepertiku. Mungkin ketika Aku pulang sekolah, Aku bisa tidur siang dan ketika di rumah pun Aku bekerja pekerjaan yang relatif mudah. Sedangkan Husna di Jakarta?? Setelah dia sibuk di sekolahnya, dia pun sesampainya di rumah harus cepat membantu Ibu di warung, yang kini sudah menjadi warung yang besar. Allah memang tidak pernah dlalim.
Emh… dan sekarang dua tahun sudah berlalu. Aku sudah lulus SMA. Tepatnya besok, kami akan kembali lagi ke Jakarta. Karena Alhamdulillah keadaan ekonomi Bapak dan Ibu sudah normal bahkan bisa dikatakan sukses. Ya… ini semua karena hasil kerja keras kami semua. Sungguh, tidak sabar menunggu hari esok. Ingin segera pulang ke Jakarta – berkumpul kembali.  Rindu melihat wajah Ibu yang pasti tetap bersinar, Aku ingin segera memeluknya dengan erat dan mencium ke dua tangannya. Juga Husna, pasti wajahnya makin cantik saja, apalagi sekarang dia sudah berumur 17 tahun. Dia memang cantik, banyak yang bilang matanya seperti orang India. Emh… sangat rindu. Apalagi rindu dengan shalat berjama’ah kami semua – yang diimami oleh Bapak…!!
Al Husna

Al Husna - Pencoreng Arang

0 comments
Pencoreng Arang

Aku dilahirkan sebagai anak yang mempunyai segudang prestasi. Aku dilahirkan menjadi seorang anak yang selalu menjadi kebanggaan keluarga. Sebagai lelaki remaja berusia 16 tahun yang juga sekaligus menjadi “pencoreng arang” di muka orang tuaku.
Ya………… pencoreng arang!!
Itu semua bermula ketika Aku dekat dengan beberapa teman yang bisa dikatakan mereka semua tergolong anak yang badung di sekolah. Awal mulanya, Aku selalu diajak untuk merokok oleh mereka. Walaupun pertamanya Aku menolak, tetapi akhirnya Aku merokok juga. Setelah Aku berani merokok, mereka pun mengajakku keperbuatan nakal yang selanjutnya, ya… Aku diajak nonton film porno dan bodohnya Aku, Aku mau saja. “hanya sekali ko!”, itulah pendapat di dalam hatiku. 

Namun, Aku telah salah… ternyata Aku ketagihan. Aku terus berulang-ulang nonton film porno itu. Aku pun berbuat kenakalan lainnya – setelah Aku sering nonton film biru itu, Aku berani melakukan hubungan intim dengan pacarku, di rumah pacarku itu. Aku melakukan tidak hanya sekali dua kali – ya… bisa dibilang cukup sering. Namun, anehnya pacarku itu tidak sampai hamil. Entahlah, tidak hanya itu semua Aku pun mulai mencoba obat-obatan terlarang. Ya…. begitu rusaklah diriku ini. Lima bulan telah berlalu dengan kerusakan diriku itu. 

Akhirnya, kakak ke duaku mengetahui itu semua – entah dari siapa. Namun, Aku tidak pernah bisa berbohong kepadanya, ya…. dari dua orang kakakku dan satu orang adikku, kakak yang ke dualah yang paling dekat denganku. Semua telah terbongkar. Kakakku menangis. Tanpa disadari Ibu dan Bapakku mendengar itu semua. Begitu pun adikku yang berumur 13 tahun. Lalu, kakakku pun yang pertama, kini sudah menikah dan mempunyai satu orang anak. 

Mereka semua kecewa kepadaku, apalagi dua bulan lagi Aku akan dikirim ke Jerman sebagai duta Pelajar Asia di bidang IPA Fisika. Padahal untuk mendapatkan kesempatan cemerlang itu, Aku harus melewati serangkaian test yang sulit. Akhirnya, Aku pun dikeluarkan dari sekolah. Dan oleh kakakku, Aku disimpan di tempat rehabilitasi anak di daerah Bekasi. Aku disimpan di sana tentunya karena kakakku ingin Aku sembuh, bukan hanya dia tapi semua orang yang kenal denganku, begitu pun Aku – sangat ingin sembuh dari kerusakan-kerusakan diriku ini. Aku masih ingat, ketika Aku akan pergi, Aku melihat senyuman Ibu yang disertai dengan tangisannya. Sedangkan Bapak, pada waktu itu sedang sakit keras, hanya terbaring di atas kasur. Ya… ini semua sangat menyakitkan, bagiku dan semua orang yang sayang kepadaku.
Enam bulan telah berlalu, Aku masih di tempat rehabilitasi. Di sana Aku merasa nyaman, karena para pembimbingku yang selalu memotivasi hidupku dan menyembuhkanku. Aku pun di sana tetap belajar, diberikan keterampilan-keterampilan. Dan memang prestasi tak pernah lepas dariku, di sana Aku pun diikut sertakan dalam perlombaan Menulis se-Nasional. 

Ya… Aku menjuarainya, juara umum. Tak tanggung-tanggung Aku pun menjadi juara perlombaan membuat karya ilmiah se- Pulau Jawa. Ya… ku rasa ini semua berkat do’a-do’a tulus dari semua orang yang menyayangiku. Maafkan Aku, Aku telah mengecewakan kalian semua – telah membuat coreng arang di muka kalian – Aku menyesal – Aku berjanji takkan mengulanginya lagi.
Mungkin semua penyesalanku sudahlah tak berarti lagi, karena pada akhirnya Bapak meninggal dunia – karena sakit kerasnya itu, ya… sakit keras yang datang ketika Bapak mengetahui semua hal-hal bodoh yang telah ku perbuat. Kini, Aku hanya sedang menunggu pembebasan bersyarat dari tempat rehabilitasi ini, ya mungkin sekitar empat bulan lagi, setelah 18 bulan Aku di sini. Aku ingin segera berkumpul dengan keluargaku, yang sekarang sudah tidak lengkap lagi seperti dulu. Aku anak laki-laki – ya… Aku akan menjaga Ibu, kakak, dan adikku.
Maafkan Aku kepada semuanya. Dan terimalah Aku kembali di sisi kalian. Bapak – yang kini sudah tidak bisa lagi kucium tanganmu, Aku meminta keikhlasanmu untuk bisa memaafkan diriku – Aku berjanji akan melindungi Ibu, kakak, dan adik.
Al Husna

Thursday 2 December 2010

Tokoh Indonesia_KH Hasyim Asyari

0 comments
KH Hasyim Asyari "Pendiri Nahdlatul Ulama"

Pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang.

Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.

Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis.Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy'ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari. Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya.

Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy'ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng.

Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng. ►e-ti/ms-atur, dari berbagai sumber.

Pasang Iklan Gratis