Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Sunday 11 July 2010

Berita Hari Ini » Essay_Jawa & Budaya

Essay_Jawa & Budaya

0 comments

Jawa Yang Kehilangan Jawanya
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Tanah Jawa kaya akan akar – akar budaya dan semua itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan – peninggalan bersejarah yang adilihung tak ternilai sehingga kebudayaan menjunjung tinggi nilai – nilai moralitas dalam bermasyarakat tetap menjadi prioritas yang utama. Tanah Jawa penuh dengan estetika budaya yang mampu membuat decak kagum siapapun yang memandangnya.

Namun tampaknya semua itu perlahan – lahan menghilang terkikis masuknya budaya – budaya asing yang begitu hebat dan bahkan seakan tanpa filter. Membuat budaya – budaya ditanah jawa satu – persatu tenggelam oleh maraknya budaya asing yang telah benar – benar membius khususnya kaum remaja ditanah Jawa. Satu contoh kecil saja, bahasa Jawa yang memang bisa menunjukan jatidiri kejawaannya sekarang ini sudah jarang terdengar gaungnya terkesan hanya dipakai orang – orang tertentu atau kaum orang tua saja. Bahasa Jawa yang sejatinya bisa menunjukan hakekat dan martabat seakan – akan musnah ditelan jaman. Tidak banyak anak – anak remaja ditanah jawa mengenali bahasanya sendiri apalagi menggunakannya. Lalu apa pasal ?.

Mungkin saja di sekolah mereka tidak diajarkan bahasa Jawa dengan porsi yang lebih baik mulai dari tata bahasanya cara penempatan dan bagaimana cara penggunaannya dan pokok – pokok bahasan lain yang mendukung. Seiring perkembangan jamannya diskusi IT jelas lebih menonjol dan bahkan porsinya jauh lebih banyak daripada muatan loka yang berbasis kebudayaan. Sehingga doktrinaasi budaya seakan tergeser oleh oleh disiplin ilmu lainnya.

Bagaimana tidak hilang, jika sedari sekolahnya saja sudah tidak lagi diajarkan bahasa Jawa kemudian orang – orang sekitarnya juga tidak lagi membudayakan pemakaian bahasa Jawa ini termasuk salah satu penyebab terkikisnya budaya Jawa di tanah Jawa sendiri. Miris memang namun tidak banyak yang dapat kita lakukan kecuali menyayangkan.

Peran orang tua yang sangat mendominasi pemdidikan di rumah juga kadang – kadang tidak memberi contoh menggunakan bahasa Jawa dengan baik dan benar sehingga banyak anak – anak kita tidak lagi mampu berbahasa Jawa sesuai dengan porsinya misalnya kapan anak harus bicara Ngoko, kapan harus bicara Ngoko Halus, kapan anak – anak harus bicara Krama atau juga Krama Inggil. Bagaimana bisa lha wong orang tuanya saja tidak biasa bicara Krama apalagi anaknya yang notabene baru belajar. Siapa yang malu jika demikian kondisinya ?.

Masalahnya bukan hanya persoalan malu atau tidak malu tetapi effeknya jelas merambat ke segala arah mulai dari pembangunan karakter anak, sifat dan sikap serta perilakunya, pemahaman budaya yang pada akhirnya salah kaprah dan banyak aspek yang sesungguhnya harus segera diluruskan sebelum benar – benar parah.

Ketika berada di Jakarta anda pasti sering mendengar dialog seperti berikut :
“Mas, kapan mudik ?” Pembeli
“Seminggu Lagi Bu, bareng sama teman – teman sekampung, Ibu ga mudik” Tukang Sayur
“Ngga Mas paling saya nanti ke Serang, kerumah mertua” Pembeli
 “Jawanya mana mas ?” Pembeli
“Oo saya Cilacap Bu” Tukang Sayur

Coba dech kita simak dialog diatas dan mari kita sama – sama renungkan, sebetulnya yang orang Jawa itu siapa ibu – ibu pembeli sayur atau bapak penjual sayur ?. pasti jawaban semuanya sama. Sama – sama menjawab tukang sayur itu yang orang Jawa, lalu siapa ibu yang beli sayur tadi dari mana dia bukankah Serang juga ada diatas pulau Jawa lalu kenapa harus ada dikotomi tentang istilah Jawa. Malukah orang – orang Jakarta menjadi orang Jawa lalu kenapa masih nangkring dipulau Jawa harusnya bikin pulau sendiri misalnya pulau Jakarta atau Pulau Sunda logikanya khan begitu biar jelas. Nah kalau memang masih sama – sama berada dipulau Jawa kenapa enggan memakai istilah Jawa nya. Jangan menghilangkan Jawa dari pulau Jawa tercinta ini. Semua pihak semestinya belajar menghargai istilah ini saling mengedukasi istilah tersebut sehingga indoktrinasi tentang Jawa yang identik dengan kota selain Jakarta tidak lagi ada. Sebab pada akhirnya dikotomi – dikotomi seperti inilah pemicu hilangnya rasa tenggang rasa, toleransi dan rasa memiliki antar suku Jawa sendiri.

Yang merasa kelahiran asli Betawi akan lebih membanggakan Betawinya yang kelahiran Sunda pun demikian sehingga pada akhirnya lahirlah sebuah istilah baru yang menurut saya justru tidak menjadikan persatuan semakin baik, mungkin saja justru akan sering adu pendapat tentang mana – mana saja yang bisa disebut Jawa. Saya pernah mengalami pembicaraan yang kemudian justru sedikit memancing emosi hanya karena perbedaan tempat lahir dan dikotomi itu pula yang kemudian menyebabkan kami rebut kecil. Teman saya yang memang dilahirkan di Betawi mengatai saya dengan sebutan “Dasar Jawa Lo !” tentu saja saya kemudian membaliknya dengan pertanyaan “Lha memangnya Betawi bukan Jawa “ dan dengan tegas dia menjawab “Bukan, Betawi mah Jakarta” Wah ini khan bisa jadi persoalan, orang jawa yang melupakan jawanya. Bersambung.....

Bekalnews Pekalongan

0 comments:

Pasang Iklan Gratis