Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Sunday 4 July 2010

Berita Hari Ini » Essay_Iklan Televisi & Etika Penyiaran

Essay_Iklan Televisi & Etika Penyiaran

0 comments

Iklan Televisi & Etika Penyiaran
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

Akhir – akhir ini tayangan pertelevisian dinegeri tercinta semakin kreatif saja. Semakin banyak ragamnya dan menarik untuk di ikuti. Mungkin karena persaingan antar Broadcasting yang juga semakin ketat sehingga memaksa setiap insan Broadscating untuk selalu berfikir kreatif dan cerdas. Banyak pula program – program baru di munculkan dengan segudang pernak – perniknya sehingga membuat setiap pemirsa semakin penasaran untuk mengikuti sesuai jam tayangnya. Dan efeknya adalah menarik Branding perusahaan untuk beriklan dalam acara tersebut.

Tetapi yang ingin saya kupas kali ini adalah manakala Citra Pariwara / Periklanan pertelevisian “Ternodai” oleh gaya penyampaian yang seolah – olah tidak mengindahkan etika penyiaran atau bahkan (jika boleh saya katakan) melanggar undang – undang penyiaran dan P3SPS. Betapa tidak, bagaimana bisa tayangan iklan dikatakan memiliki etika ketika dalam penyampaiannya mengandung unsure kata – kata ejekan. Saya ambil contoh dari iklan “ Yang Penting heppi”  versi terbaru yang jalan ceritanya seringkali dikemas laiknya reportase kemudian pada Ending selalu di ikuti dengan kata “Koplak”.

Sepengetahuan saya kata koplak adalah kata yang ditujukan ketika kita menganggap seseorang tidak waras meskipun orang tersebut tidak benar – benar gila. Kata Koplak digunakan sebagai symbol ejekan semata yang ditujukan agar orang yang dikatai Koplak sadar akan perbuatannya. Tetapi jika kata koplak kemudian dijadikan semacam Icon dalam pertelevisian toh sama saja menghalalkan kata kasar di dunia broadcasting. Suka tidak suka senang tidak senang jika iklan seperti itu dibiarkan saja maka tidak menutup kemungkinan kedepan akan muncul iklan – iklan yang menggunakan kata – kata lebih hebat seperti misalnya Anjing – Wedus -  dan sebangsanya toh semua itu adalah nama – nama hewan lalu pertanyaannya maukah kita dihewankan oleh tayangan iklan. Sama seperti lagunya Wali yang Emang Dasar. Maukah kita di bajingan bajingankan oleh sebuah lagu ?.

Lalu apa yang harus kita lakukan dengan tayangan – tayangan yang demikian apa yang kita fikirkan dengan hal demikian . Jawabannya saya yakin setiap orang sudah punya. Moral. Penjajahan seperti apa lagi yang harus kita rasakan sebagai pemirsa televisi apakah gaya beriklan di dunia pertelevisian negeri ini sudah benar – benar diambang batas artinya sudah tidak lagi mengindahkan kaidah – kaidah moralitas sudah tidak lagi berpegang teguh pada Pakem periklanan.

Coba kita bayangkan, iklan rokok lain yang notabene Dilarang menampilkan adegan Eksplisit merokok saja masih bisa demikian hebat dalam mengemas iklannya bahkan ada yang tidak masuk diakal tetapi kita masih tetap tahu bahwasanya tayangan tersebut adalah iklan rokok dari brand tertentu jadi kenapa harus membuat iklan yang meng Koplak – Koplakan pemirsa. Tidak adakah cara yang lebih santun ?.

Pertanyaan lain saya tujukan kepada lembaga berwenang dalam hal ini adalah Komisi Penyiaran Indonesia selaku lembaga yang bertugas mengawasi isi siaran. Apakah tidak memahami kandungan dan isi pesan dalam iklan tersebut (Yang Penting Heppi) ataukah memang dianggap hal yang wajar – wajar saja sehingga sama sekali tidak bergeming dengan ditayangkannya iklan tersebut. Miris memang jika dicermati secara mendalam, banyak sebenarnya cara – cara memproduksi iklan dengan kandungan yang lebih dramatis tetapi tetap santun – elegan – kreatif – dan tetap mewakili Brand Image tanpa harus melanggar norma – norma susila.

Jika lembaga pengawasan saja sudah tidak lagi mempedulikan isi siaran mulai dari hal – hal yang (Dianggap) kecil maka jangan berharap estika penyiaran dapat dinikmati pemirsa televisi padalah setiap kita tahu betapa hebatnya dampak yang kita rasakan dari tayangan televisi. Lalu siapa lagi yang akan kita harapkan untuk menjaga penyiaran lebih teratur dan mendidik. Semoga segera ada tindakan nyata bukan hanya sekedar teguran – teguran atau pernyataan formal yang tidak jelas ujung pangkalnya.

Salam Bekal Pekalongan


0 comments:

Pasang Iklan Gratis