Perempuan Bermata Mendung
Pagi menjelang…sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Ketika aku melintasi pagar rumahnya, hanya sepi saja yang kudapati yang bercengkrama dengan perempuan bermata mendung. Hey, dia menatapku…!? menatap kosong ; entah ke arahku entah pada sekumpulan kupu2 yang hinggap di bunga warna warni itu. Ingin rasanya menyapanya, lebur dalam apa yang dia lamunkan. Atau sekedar menjabat tangan mungilnya.
Ah..mungkin tidak kali ini…Mungkin akan ada pagi, dimana aku bisa mengenalnya lebih jauh.
Pagi ini, masih sama…bedanya tunik pink yang dikenakannya kali ini membuatnya secerah mawar. Namun lagi lagi tatapan mata itu , ahh …mengapa selalu mendung. Tak cukupkah matahari pagi ini membuat mendung itu lenyap?
Tatapan itu…selalu saja membuat jantungku berdegup lebih kencang. Ada apa gerangkan yang tersimpan di balik mendungmu, duhai engkau?
****
Kuberanikan diri melambaikan tangan ke arahmu. Melempar senyum paling manis yang kumiliki meski kau tau??? aku gugup bercampur gelisah. Aku seperti ditelikung rasa aneh yang perlahan merayapi benakku, Mengapa aku menjadi takut senyumku tak berbalas, heh?.
Kali ini, harapku berbuah manis…kau membalas lambaiku. Pun membalas senyum lebih manis dari apa yang aku berikan.
“Boleh saya mampir” tanyaku di sela gugup.
Kau hanya tersenyum tipis, namun tanganmu menggamit pagar dan membukanya lebar.
“Saya Aldi…, tinggal di ujung jalan sana.”
“Lara” sambutmu hangat. Tak kusangka, kau bisa sehangat ini, mendung….
“Oh ya, Setiap pagi saya suka lewat jalan ini, dan rumah ini selalu saja membuat saya ingin melongok ke dalamnya. wangi bunga-bunga mengundang saya. Juga kamu..perempuan bermata mendung”,
saya mencoba mencairkan kekikukan dengan sedikit berseloroh.
Kau terkekeh kecil, pauh pipimu merona ditingkahi sinar matahari pagi.
“Kau cantik” bisikku dalam hati. Media
Pagi menjelang…sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Ketika aku melintasi pagar rumahnya, hanya sepi saja yang kudapati yang bercengkrama dengan perempuan bermata mendung. Hey, dia menatapku…!? menatap kosong ; entah ke arahku entah pada sekumpulan kupu2 yang hinggap di bunga warna warni itu. Ingin rasanya menyapanya, lebur dalam apa yang dia lamunkan. Atau sekedar menjabat tangan mungilnya.
Ah..mungkin tidak kali ini…Mungkin akan ada pagi, dimana aku bisa mengenalnya lebih jauh.
Pagi ini, masih sama…bedanya tunik pink yang dikenakannya kali ini membuatnya secerah mawar. Namun lagi lagi tatapan mata itu , ahh …mengapa selalu mendung. Tak cukupkah matahari pagi ini membuat mendung itu lenyap?
Tatapan itu…selalu saja membuat jantungku berdegup lebih kencang. Ada apa gerangkan yang tersimpan di balik mendungmu, duhai engkau?
****
Kuberanikan diri melambaikan tangan ke arahmu. Melempar senyum paling manis yang kumiliki meski kau tau??? aku gugup bercampur gelisah. Aku seperti ditelikung rasa aneh yang perlahan merayapi benakku, Mengapa aku menjadi takut senyumku tak berbalas, heh?.
Kali ini, harapku berbuah manis…kau membalas lambaiku. Pun membalas senyum lebih manis dari apa yang aku berikan.
“Boleh saya mampir” tanyaku di sela gugup.
Kau hanya tersenyum tipis, namun tanganmu menggamit pagar dan membukanya lebar.
“Saya Aldi…, tinggal di ujung jalan sana.”
“Lara” sambutmu hangat. Tak kusangka, kau bisa sehangat ini, mendung….
“Oh ya, Setiap pagi saya suka lewat jalan ini, dan rumah ini selalu saja membuat saya ingin melongok ke dalamnya. wangi bunga-bunga mengundang saya. Juga kamu..perempuan bermata mendung”,
saya mencoba mencairkan kekikukan dengan sedikit berseloroh.
Kau terkekeh kecil, pauh pipimu merona ditingkahi sinar matahari pagi.
“Kau cantik” bisikku dalam hati. Media
0 comments:
Post a Comment