Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Wednesday 24 September 2008

Berita Hari Ini » Naskah Drama Radio Seri - Antara Dendam Dan Asmara

Naskah Drama Radio Seri - Antara Dendam Dan Asmara

0 comments

Bagian 02

Demikianlah para pejabat itu. Kalau mereka itu melaksanakan tugas mereka tanpa pamrih kepentingan pribadi, tanpa tujuan untuk mencari keuntungan sebesarnya untuk diri sendiri, kalau tugas itu mereka laksanakan sebagai suatu kewajiban, demi pekerjaan itu sendiri, maka tentu mereka akan mendapatkan hasil yang baik bagi pemerintahan. Akan tetapi kalau semua pejabat melakukan korupsi, manipulasi, menyalah gunakan wewenang dan kekuasaan, menindas yang lemah menjilat yang kuat, menginjak yang bawah menghormat yang atas, maka tentu saja akibatnya pemerintahan menjadi lemah dan buruk.

Ki San sedang melangkah seorang diri, membawa buntalan pakaian dan pedangnya, dan berjalan melamun. Sungai Kuning sudah dekat berada di depan, kurang lebih satu li lagi. Sawah ladang penduduk sudah mulai nampak subur di tepi sungai, akan tetapi suasananya sunyi pada siang hari itu. Padi belum berbuah, maka tidak perlu ditunggui.

Selagi dia melangkah perlahan, dia mendengar suara riuh rendah orang berteriak-teriak di dusun sebelah kiri. Di sana terdapat sebuah dusun petani yang hidupnya mengandalkan hasil pertanian dan mereka hidup sederhana. Maka, sungguh mengherankan di siang hari itu terdengar banyak orang berteriak-teriak. Pasti telah terjadi sesuatu yang luar biasa, pikir Ki San. Dia lalu membelokkan langkahnya menuju ke dusun itu dan perhatiaannya semakin tertarik ketika di antara suara gaduh itu dia mendengar teriakan orang menangis. Wanita menjerit dan tanda-tanda bahwa di sana sedang terjadi tindakan kekerasan. Ki San lalu berlompatan dan berlari cepat memasuki dusun itu dan apa yang dilihatnya membuat darahnya bergolak panas. Segerombolan orang sedang melakukan perampokan di dusun itu. Mereka membawa keluar ayam, kambing dan bahkan menuntun sapi, ada pula yang memanggul wanita-wanita muda yang meronta-ronta dan menjerit-jerit, ada yang sedang memukuli para pria yang agaknya hendak melawan mempertahankan ternak, anak gadis atau isteri mereka.

Dengan beberapa kali loncatan, Ki San sudah tiba di tempat itu dan beberapa kali tangannya menampar dan kakinya menendang. Seorang yang memanggul wanita, melepaskan wanita itu dan dia terpental oleh tendangan kaki Ki San, jatuh berdebuk dan bergulingan. Seorang lagi penculik wanita, tiba-tiba ditampar kepalanya sehingga terpelanting jatuh dan tidak mampu bangkit kembali.

Dua orang yang sedang memukuli seorang penduduk ditangkap oleh Ki San pada rambut kepalanya, dijambak dan kedua kepala itu lalu diadu sehingga keduanya roboh dengan kepalanya terasa retak.

Para perampok yang melihat munculnya pemuda asing ini menjadi marah sekali. mereka mencabut golok dan belasan orang itu lalu mengeroyok Ki San dari segala jurusan. Golok mereka berkelebatan menyambar ke arah tubuh Ki San dengan kemarahan meluap karena mereka menganggap pemuda ini sebagai penghalang. Namun Ki San tidak menjadi gentar. Dia melihat bahwa para perampok itu hanyalah orang-orang kasar yang mengandalkan tenaga melakukan kekerasan, namun tidak ada di antara mereka yang memiliki ilmu silat yang berarti. Oleh karena itu, dia menghadapi belasan orng itu dengan tangan kosong saja, tidak mencabut pedangnya karena diapun tidak ingin membunuh orang.

Begitu orang-orang itu menyerbu, Ki San menggunakan keringanan tubuhnya, bergerak dengan jurus Kong-jiu-jip-pek-to (Tangan Kosong Menyerbu Ratusan Golok). Terdengar teriakan-teriakan para perampok disusul golok mereka beterbangan dan merekapun terpelanting ke kanan kiri. Kemudian Ki San menggunakan ilmu tendangan Siauw-cu-twi (Tendangan Berantai) dan dalam waktu beberapa menit saja, semua perampok telah jatuh bangun. Mereka menjadi gentar sekali dan begitu dapat merangkak bangun, mereka lalu melarikan diri meninggalkan semua barang rampasannya, lari tunggang langgang tanpa menoleh lagi.

Melihat ini, penduduk dusun, dipimpin oleh kepala dusun, menjatuhkan diri berlutut menghadap Ki San untuk menghaturkan terima kasih. Akan tetapi Ki San hanya berkata, "Mulai sekarang, saudara sekalian haruslah bersatu padu, mempersiapkan senjata dan kalau ada datang gerombolan perampok, jangan takut akan tetapi keroyoklah. Bukankah jumlah saudara sekalian jauh lebih besar dari jumlah mereka? Kalau kalian bersatu dan melawan, tidak ada gerombolan perampok yang akan berani mengganggu."

"Terima kasih, taihiap. Kami memang belum apa-apa sudah merasa ketakutan. Mulai hari ini, kami akan siap siaga melakukan perang terhadap semua perampok yang berani mengganggu dusun kami, dan kami akan mengadakan latihan ilmu berkelahi!"

"Bagus, modal utama untuk menjaga diri adalah keberanian dan semangat. Nah, selamat menjaga kampung sendiri!" Ki San lalu berkelebat lenyap dari depan orang-orang itu. Dan benar saja, sepeninggal Ki San, kepala dusun itu segera memanggil orang yang mengerti ilmu silat dari kota, menyuruh semua warganya mempelajari ilmu silat walaupun tidak terlalu banyak, dan melakukan penjagaan ketat sehingga tidak ada lagi perampok berani mencobacoba untuk mengganggu dusun itu.

Akan tetapi urusan itu tidak habis di situ saja bagi Ki San. Kepala perampok yang dihajar babak belur itu merasa penasaran dan sakit hati sekalo. Dia lalu menghubungi rekannya yang menjadi bajak di sepanjang Sungai Huang-ho daerah itu, dan dengan berbohong dia melaporkan bahwa ada seorang pemuda yang membawa uang banyak, akan tetapi pemuda itu lihai sekali. Mereka lalu bersekongkol untuk menjebak dan membajak pemuda itu kalau nanti melakukan penyeberangan.

Menjelang sore hari, benar saja muncul Ki san di tepi sungai dan dia mencari-cari tukang perahu untuk membawanya ke seberang sungai. Selagi dia celingukan ke kanan kiri, datang sebuah perahu kecil yang ditumpangi seorang tukang perahu yang membawa jala. Seorang nelayan rupanya.

"Heii, paman tukang perahu, maukah engkau menyeberangkan aku ke seberang sana? Berapa biayanya akan kubayar."

"Menyeberang? Tentu saja kalau bayarannya cukup memadai karena tadinya aku hendak menjala ikan, orang muda," kata nelayan setengah tua itu.

"Jangan khawatir, aku akan membayarmu cukup seperti yang kauminta. Pinggirkan perahumu, paman."

Tukang perahu mendayung perahunya ke tepi dan Ki San lalu melangkah ke dalam perahu. Perahu didayung ke tengah. "Mudah-mudahan kita akan sampai ke sana sebelum malam tiba, paman."

"Tentu dapat, orang muda, jangan khawatir."

Bagian dari sungai itu sunyi dan tidak nampak perahu lain. Akan tetapi ketika perahu tiba di tengah sungai, dari kanan kiri mendatangi belasan buah perahu dengan orang-orang berpakaian hitam dan nampak bengis, setiap perahu ditumpangi dua orang dan perahu-perahu itu sengaja mengepung dan menghadang perahu yang ditumpangi Ki San.

"Siapakah mereka, paman?" tanya Ki San sambil mengerutkan alisnya.

"Celaka, orang muda, mereka adalah bajak-bajak sungai," kata nelayan setengah tua itu.

"Jangan takut, aku akan melawan mereka!" kata Ki San.

Di atas sebuah di antara perahu-perahu itu, seorang laki-laki tinggi besar dan brewokan berdiri di kepala perahu dan orang itu menudingkan golok besarnya ke arah Ki San.

"Orang muda, kalau ingin selamat, tingglkan buntalan dan semua barang milikmu!"

"Kalian ini bajak-bajak yang ngawur saja," kata Ki San dengan tenang. "Aku tidak mempunyai apa-apa, buntalan ini hanya berisi pakaian yang tidak berharga. Jangan menggangguku dan biarkan perahu ini lewat!"

"Orang muda sombong, berani engkau membantah perintahku! Rampas barang-barangnya!"

Empat orang bajak melompat ke ats perahu kecil yang ditumpangi Ki San. Namun Ki San menyambar mereka dengan tendangan dan tamparan yang membuat ke empatnya roboh terpelanting ke dalam air. Bajak-bajak dari perahu lain menggunakan tombak panjang untuk menyerang dari kanan kiri. Karena serangan itu berbahaya sekali baginya, Ki San lalu mencabut pedangnya dan setiap kali dia menangkis dengan pedangnya, ujung tombak atau dayung yang dipergunakan mereka untuk menyerangnya, patah-patah! Hal ini mengejutkan para bajak laut, dan baru mereka mendapatkan kenyataan betapa keterangan rekan perampok mereka itu benar adanya. Pemuda ini lihai sekali.

Akan tetapi, tukang perahu yang tadinya nampak ketakutan, mendadak membungkuk dan mencabut kayu yang dipakai menyambat perahunya yang bocor berlubang, lalu diapun melompat ke dalam air. Kiranya tukang perahu atau nelayan itu hanyalah nelayan palsu, karena diapun sebenarnya anggauta bajak yang memang sengaja bertugas sebagai umpan. Perahunya adalah perahu yang sudah dilubangi dan disumbat dengan kayu. Maka ketika penyumbatnya dicabut oleh tukang perahu itu, air lalu dengan derasnya masuk ke dalam perahu. Ki San yang sedang menangkisi tomobak-tombak yang menyerangnya, tidak tahu akan perbuatan si tukang perahu. Setelah tukang peahu itu meloncat ke dalam air dan dia melihat perahu bocor, barulah dia tahu. Sekali ini Ki San tidak dapat bersikap tenang lagi. Dia tidak begitu pandai berenang dan perahunya bocor, terancam tenggelam.

Biarpun demikian, Ki San masih melawan terus dan perahu sudah tenggelam sampai di pahanya. Dia bertekad melawan terus sampai napas terakhir.

Akan tetapi, pada saat itu, datang meluncur sebuah perahu lain yang ditumpangi seorang gadis berpakaian merah muda. Begitu memasuki daerah pertempuran itu, gadis ini sudah menggunakan pedangnya mengamuk dan menyerang para bajak, lalu mendekati perahu Ki San. Gerakan pedangnya cukup hebat sehingga banyak perahu bajak yang terpaksa mundur.

"Cepat melompat ke perahuku ini!" kata gadis itu yang melihat betapa tubuh Ki San sudah hampir tenggelam. Ki San tidak dapat melompat, lalu meraihkant tangannya ke perahu itu, berhasil memegang tepi perahu dan sekali mengayun tubuhnya dia sudah berada di perahu si gadis.

Gadis itu mendayung perahunya menjauh, akan tetapi tiba-tiba perahunya terguncang. Tahulah dia bahwa para bajak lalu menggunakan kepandaian mereka di dalam air dan dengan menyelam dan berenang mereka hendak menggulingkan perahunya! Dia lalu bangkit berdiri dan dayungnya menghantam ke kanan kiri, mengenai tangan-tangan yang memegangi perahunya dari bawah.

"Plak-plak-desss...!" bajak-bajak itu menjadi kesakitan dan gadis itu berkata kepada Ki San.

"Bantu aku, gunakan pedangmu dan serang tangan-tangan mereka!"

Akan tetapi Ki San tidak tega untuk membuntungi lengan orang. Dia melihat perahu dan dayungnya terapung menelungkup di atas air maka dia meraih dayungnya dan dengan dayung itu dia kini menjaga sambil berdiri di perahu. Setiap kali ada kepala atau tangan tersembul dekat perahu, segera dihantamnya dengan dayung. Gadis itu kini dapat mendayung perahunya menjauh dan tak lama kemudian perahu telah dapat sampai ke tepi sungai. Keduanya meloncat ke darat dan siap melawan dengan pedang mereka. Akan tetapi, para bajak laut itu agaknya menjadi jerih dan merekapun memutar perahu mereka dan meninggalkan tempat itu.

Bersambung ……..!!

Media

0 comments:

Pasang Iklan Gratis