Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Wednesday 15 December 2010

Berita Hari Ini » Kumpul Penulis

Kumpul Penulis

0 comments
Hilangnya Lagu Anak - Anak
Oleh : Dhimas HR
Sanggar Media Kusuma

PromediaNew’s_Menghilangnya lagu – lagu anak dari ranah hiburan maupun dunia anak – anak itu sendiri sekarang ini tidak lepas dari peran penting dunia pertelevisian kita. Oleh sebab itu saya akan membicarakan terlebih dahulu mengapa dunia pertelevisian menjadi sangat penting dalam hal mempengaruhi dan tumbuh kembangnya lagu – lagu anak bagi dunia anak – anak tentunya.

Semangat untuk kembali melestarikan dan mencipta karya – karya lagu yang diperuntukan bagi anak – anak tidak lepas dari peran penting publikasi secara besar – besaran agar tercapai suatu target yang maksimal karena tanpa publikasi rasanya mustahil bisa memberikan kontribusi nyata. Karena akan terlindas oleh budaya – budaya lain yang menurut saya justru bukan konsumsi anak. Bukan dunia anak – anak, tetapi karena mau tidak mau kita hanya bisa menonton maka apapun yang ada itulah yang kemudian menjadi konsumsi publik termasuk anak – anak.

Sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak salah satunya tentu saja media televisi karena media yang satu ini sangat dekat sekali di masyarakat selain murah – mudah – televisi juga menjadi satu – satunya literature bagi warga masyarakat. Sehingga apapun tontonan yang di suguhkan tentunya akan menjadi sebuah konsumsi yang perlu di perhatikan. Jika tayangannya baik maka tentu saja hasil yang didapatkan akan baik pula jika tayangan yang di tonton tidak baik maka bukan tidak mungkin hasil yang didapat akan tidak baik pula. Meski demikian kita memang harus pandai – pandai memilih dan memilah tayangan yang ada_Meski sejujurnya itu itu saja_agar tidak terjebak dalam tontonan yang tidak baik bahkan tidak mempunyai nilai edukasi.

Kembali tentang lagu – lagu anak. Bahwasanya lagu anak telah punah sepertinya tidak begitu juga tetapi jika dikatakan lagu – lagu anak sudah langka tentunya tidak dapat dipungkiri lagi. Karena memang lagu – lagu yang banyak dipasaran tidak lagi sehebat era 90an ketika saya masih anak – anak. Memang di era sekarang pun lagu – lagunya hebat bahkan lebih hebat dari tahun – tahun 90an karena lagu – lagu jaman sekarang tidak perlu memikirkan pengendapan ide – ide kreatif yang berdampak pada psychology anak – anak. Lagu – lagu sekarang tidak lagi mengandung makna yang membangun, meng edukasi, apalagi meng inspirasi ke kebaikan. Justru banyak lagu – lagu sekarang yang sangat meng inspirasi menuju arah tidak baik. Misalnya saja dengan lirik – lirik yang sejujurnya tidak pantas untuk konsumsi publik misalnya “Dasar Kamu Bajingan – Selingkuh – Kugantikan Bibirnya Dengan Bibirku" dan masih banyak lagi lagu – lagu yang menurut saja cukup memiliki andil merusak mental anak – anak. Lagu sekarang Yang penting enak maka tanpa nilai eduksi pun bisa saja dilempar kepasaran asal laku.

Beberapa program ditelevisi di negeri tercinta ini yang bertema anak – anak juga bisa menjadi acuan_setidaknya_ tentang bagaimana sebenarnya nasib lagu – lagu anak Indonesia betapa tidak, mereka cenderung memilih menggunakan backsound lagu – lagu anak luar negeri padahal jika diperhatikan jauh lebih pas jika backsoundnya menggunakan lagu – lagu anak asli Indonesia toh itu jauh lebih baik dan saya rasa itupun bisa menjadi kampaye kecil untuk mencintai produk Indonesia. Tetapi Ironisnya justru teman – teman di televisi kita ini seakan tidak peduli atas dunia anak kita. Buktinya, programnya memang berjudul anak – anak Indonesia tetapi backsoundnya lagu anak manca khan aneh. Seolah mereka lebih membanggakan anak – anak manca daripada anak – anak Indonesia. Coba Pembaca sekalian perhatikan.

Ada apa dengan industri televisi di Indonesia ini ?
Apakah sekiranya dunia anak – anak sudah tidak lagi menghasilkan bagi industri pertelevisian sehingga mereka terpinggirkan. Apakah dunia anak – anak sudah tidak lagi mendapat tempat bagi tim – tim kreatif pertelevisian kita sehingga jikalaupun ada program anak – anak pasti tidak lepas dari sisi komersialisai belaka. Sehingga unsur penting edukasinya tidak diangkat bahkan boleh dikata tidak ada. Ironis.

Lalu kemana orang – orang yang peduli atas hak – hak anak, kemana para seniman – seniman yang mencintai dunia anak – anak di negeri ini, setidaknya yang masih peduli atas nasib lagu – lagu anak kita, apakah mereka sudah tidak ada lagi sehingga lagu – lagu anak tidak tersentuh dan tidak tercipta lagi atau jikapun masih ada seniman – seniwati yang peduli atas dunia anak tetapi kreatifitasnya tidak bisa di apresiasikan karena mungkin idenya tidak bisa menghasilkan Duit jika dinilai dari segi Industrialisasi.

Maka tentunya sulit bagi seniman itu sendiri untuk maju membangkitkan dunia anak – anak. Mestinya hal ini mendapat perhatian yang serius dari pihak yang berwenang. Dalam hal ini tentu bukan saja peran pemerintah yang penting tetapi unsur – unsur pendukung vital seperti peran televisi juga sangat dibutuhkan. Mengapa peran televise menjadi sangat penting dalam hal membudayakan kembali lagu – lagu anak asli Indonesia, karena televise mempunyai kekuatan untuk melakukan hal tersebut.

Saya heran kenapa banyak program ditelevisi yang melibatkan anak – anak tetapi tidak menyentuh muatan untuk anak itu sendiri, mereka cenderung mengangkat sisi komersialisasi semata. Anak – anak seolah menjadi komoditas dan perdagangan kaum cendekia termasuk orang tuanya sendiri tanpa mereka sadari. Bagaimana tidak jika anak – anak atau remaja seusia itu sudah di ekploitasi secara hebat dan besar – besaran hanya untuk memahami dunia entertaint dewasa tentunya membuat kerangka berfikir anak menjadi kerangka berfikir orang dewasa sebelum waktunya. Hal ini terjadi terjadi sudah bertahun – tahun dan nampaknya sudah menjadi kebiasaan pemerintah kita untuk berdiam diri. Nanti jika sudah ada “Ontran – Ontran” barulah mengambil tindakan seperlunya. Ini khan ironis.

Mestinya pemerintah selaku pihak yang memiliki kebijakan publik segera memberlakukan system penyaringan yang lebih ketat namun ketat disini jangan selalu diartikan dengan keras atau juga kekerasan. Tidak perlulah membredel televisi yang menayangkan program anak tetapi tidak sesuai dengan nilai edukasinya. Tidak perlulah kiranya membuat Undang – Undang baru berkaitan dengan dunia anak – anak, Undang – Undangnya toh sudah ada tinggal diberlakukan semestinya dan justru lebih kepada langkah nyata misalnya, membuat klasifikasi program untuk anak – anak harus jelas mulai dari jenis – muatan – dan hasil atau dampak kepada anak – anak. Baik dampak langsung maupun tidak langsung. Sortir pula lagu – lagu yang akan dinyanyikan artis anak sehingga kerangka berfikirnya pun masih selayaknya anak bukan kerangka berfikir orang dewasa. Lalu hilangkan program – program yang hanya mengeksploitasi anak – anak tanpa muatan edukasi yang baik. Mungkin ada dari beberapa Sahabat media yang tidak sependapat dengan saya tentang konten lagu tetapi coba anda perhatikan konten lagu – lagu yang isinya menurut saya tidak pantas di dengarkan di ruang publik “Dasar Kamu Bajingan – Selingkuh – Kugantikan Bibirnya Dengan Bibirku – Selingkuh Sekali Saja” Ini khan sama saja dengan mengajari pendengarnya. Mungkin bagi beberapa orang bisa saja beralasan “Ah itu khan hanya lagu” atau begini “ Kalau Tidak Suka Ya Jangan Di Dengarkan” ini bukan masalah suka tidak suka bukan juga masalah mendengar atau tidak mendengar tetapi masalahnya adalah Moral !. Moralitas sang pencipta lagu itu sendiri dan dampak Moralnya bagi pendengarnya. Anehnya justru banyak orang – orang bersembunyi dibalik alasan itu demi kemenangan sementara.

Langkah nyata yang paling sederhana lagi adalah kumpulkan perwakilan tim – tim kreatif televisi dan buatkan semacam seminar tentang menghargai hak – hak anak sehingga mereka pada akhirnya akan mampu mengerti dunia anak – anak. Atur sejelas mungkin sehingga jangan ada lagi program anak tetapi iringan musiknya menggunakan lagu – lagu non pribumi. Memang ini bukan perkara yang besar mungkin bagi sebagian orang tetapi menurut saya ini bisa menjadi perkara yang sangat besar dan turut andil dalam pengikisan mencintai budaya Indonesia. Coba saja pembaca renungkan.

Saya mungkin tidak terlalu pintar seperti orang – orang televisi itu tetapi saya masih mampu memilah mana – mana yang baik untuk dikonsumsi anak – anak dan mana yang kurang baik bagi pertumbuhan Psikology anak. Meski Itupun tidak jaminan bahwasanya anak – anak bisa cepat mencintai karya – karya yang memang seharusnya menjadi konsumsinya. Maka disini peran orang tua sangat dibutuhkan sekali. Saya punya pengalaman pribadi dan menurut saya pengalaman ini cukup menarik untuk di bicarakan.

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat kontrak kerjasama dengan pihak KFC di Pekalongan melalui salah satu Event Organizer dari Jogja. Dan dalam kontrak yang pada akhirnya kami sepakati tersebut menugaskan saya dan beberapa kawan untuk menjadi pengajar seni di KFC. Seni lukis dan seni tari tradisional jawa sesuai dengan motto sanggar saya “Turut Melestarikan Budaya Indonesia”. Seiring perjalanan waktu untuk seni melukis atau menggambar berjalan lancar tetapi untuk seni tari ternyata menjadi suatu permasalahan yang cukup menampar bagi saya secara pribadi.

Diantara anggota klub anak – anak yang mengikuti kegiatan seni tari tradisional ternyata tidak semua orang tuanya mendukung. Saya perhatikan dari keseluruhan anggota klub disitu hanya beberapa saja yang antusias dan benar – benar serius mempelajari seni tari tradisional sementara yang lain meminta agar saya mengajari tarian – tarian modern yang kreasinya seperti di acara – acara televisi. Dilema memang tetapi karena saya masih tetap pada prisipnya maka saya jelaskan kepada beberapa orang tua anggota klub tersebut bahwa kami tidak semata – mata mengajari gerakan tari tetapi juga turut melestarikan budaya Indonesia meski hanya melalui seni. Tetapi tetap saja ada beberapa orang tua anak yang tidak setuju dan tetap ngotot untuk mengganti tari tradisional dengan tari modern dengan alasan bahwa tari tradisional gerakannya susah dipelajari, tari tradisional musiknya membosankan, dan bla bla bla. Yang pada intinya tidak mau lagi diberi materi tari tradisional maunya tari modern dalam hal ini adalah Breakdance atau semacamnya.

Cerita itu cukup membuat saya berfikir bahwa terkikisnya rasa mencintai budaya Indonesia juga ternyata tidak lepas dari peran orang tua. Bagaimana anak – anak bisa belajar dan melestarikan sesuatu juga tidak lepas dari dukungan orang tua, jika orang tua mendukung dan memberi dorongan maka anak pun tentunya akan semangat mempelajarinya. Dilemanya adalah manakala si anak penginnya belajar yang baik tetapi tidak didukung karena menurut orang tuanya kurang baik, seperti contoh kasus dicerita saya diatas. Padahal si anak pengin dan suka belajar tari tradisional tetapi karena orang tuanya tidak mendukung maka pupuslah sudah 1 anak generasi bangsa yang mencoba mencintai budaya Indonesia. Coba Sahabat Media dan Pembaca Yang budiman bayangkan jika ternyata orang tua yang semacam diatas tadi ada ribuan maka sudah dapat kita prediksi berapa kira – kira anak yang tidak lagi mencintai budaya Indonesia hasil dari pengaruh dan Indoktrinasi orang tuanya sendiri. Maka sulit rasanya mengharapkan kebangkitan dunia anak – anak yang sesuai dengan tempatnya.

Maka menurut saya adalah Mutlak, kebangkitan dunia anak – anak termasuk lagu – lagu anak hanya bisa di lakukan dengan media televisi. Tinggal bagaimana caranya setiap program yang diperuntukan bagi anak – anak sesuai benar dengan ranahnya, jangan semata – mata bernilai jual belaka.

Bersambung..........
BekalNew’s Pekalongan

0 comments:

Pasang Iklan Gratis