Selamat Datang Di Kota Batik Pekalongan.Portal Penulis Pekalongan Dan Sekitarnya.Sahabat Media Juga Dapat Mengirimkan Informasi Sekitar Pekalongan Melalui Email : dhimashr@gmail.com Atau Sms Online Di 0815 480 92192***###########***Swanten Qustique Lagi Nyari Singer Cewe Yang Suka Banget Ma Lagu2nya Nicky Astrea. Yang Merasa Punya Hoby Nge Rock Dengan Bit Bit Slow Silahkan Persiapkan Mental Buat Gabung Bareng Kita Yaaak. Wilayah Comal Bojong Sragi Diutamakan Untuk Mempermudah Jarak Tempuh.SMS Dulu Juga Boleh......

Wednesday 23 October 2013

Berita Hari Ini » Portalkbr_Punahnya Idealisme Musisi

Portalkbr_Punahnya Idealisme Musisi

0 comments


Punahnya Idealisme Musisi

Portalkbr_Pekalongan 24/11/13 – Musik dijaman modern sekarang ini mengalami banyak perkembangan baik dari segi instrument maupun warna dari musik itu sendiri. Seiring dengan semakin majunya perkembangan tehnology semakin canggih pula peralatan untuk menciptakan warna musik.

Begitu pun dengan insan musik itu sendiri. Telah terjadi banyak perbedaan. Musisi sudah banyak mengalami pergeseran didalam dunia musik. Tidak banyak musisi yang berani bertahan dan mempertahankan ideologi bermusiknya. Tidak berani mempertahankan idealisme bermusiknya sehingga pada akhirnya mereka menghilangkan karakteristik dan warna serta jalur musiknya sendiri. Apalagi dengan dalih pangsa pasar. Artinya dituntut untuk mengikuti selera pasar  sudah barang tentu nilai ekonomi yang menjadi garis besarnya bukan hakiki bermusiknya. Bukan bagaimana mereka menciptakan karya karya original yang membanggakan.

Prihatin memang melihat kenyataan ini. Tapi itulah yang terjadi didunia musik saat ini. Kenyataan yang memang sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Pergeseran nilai nilai idealisme bermusik yang perlahan tapi pasti. Sebagai seniman atau khususnya musisi sudah seharusnya kita memiliki idealisme yang layak untuk dipertahankan apapun resikonya apapun keadaannya. Seharusnya Tidak semata mata mencari kesempatan karena peluang atau pepatah jawanya ”Aji Mumpung”. Boleh boleh saja kita menggunakan ”Aji Mumpung” dalam kondisi tertentu selama visi dan misinya berimbang. Itupun seharusnya sudah dibekali dengan skill atau kemampuan yang benar benar layak bukan sekedar berani tetapi tidak mempunyai skill. Itu sich konyol namanya.

Lagi lagi harus dihadapkan pada persoalan ”Market” disini. Yang iklimnya seperti itu justru malah yang bombastis dinegeri ini. Tidak punya modal yang kuat sebagai seniman atau musisi tetap saja laku selama pasar masih mengingkannya. Kira kira begitulah dalihnya. Tidak usah sebut namapun pasti anda semua sudah tahu siapa siapa yang tidak layak atau bahkan sama sekali tidak pantas disebut dengan seniman tetapi masih malang melintang didunia entertaint. Artinya yang bahkan bernyanyi saja fals masih digunakan meskipun kita semua tahu umurnya juga tidak lebih dari seumur jagung saja beda dengan seniman atau musisi musisi yang benar benar berbobot.

Sudah semakin pudar saja idealisme bermusik musisi musisi disekitar kita. Yang berawal menekuni dunia musik pop kemudian pindah jalur ke dangdhut karena jelas lebih menghasilkan secara materiil. Yang awalnya rock juga demikian halnya, pindah jalur ke dangdhut semata mata memburu rupiah.

Memang tidak salah. Sah sah saja siapapun pindah jalur ke dangdhut karena itu juga musik asli Indonesia (Katanya) yang jadi persoalan disini hanya bentuk ideology bermusiknya saja. Jika memang karakternya dan kemampuannya tepat di dunia dangdhut tentunya sah sah saja. Karena dangdhut juga memiliki karakter tersendiri. tidak lantas mencampuradukan karakter musik menjadi seperti yang sekarang ini. Dangdhut tentunya mempunyai kaidah kaidah musik yang khas, pop juga demikian, rock, langgam jawa atau bahkan keroncong juga memiliki kaidah kaidah yang tidak bisa dipisahkan begitu saja.

Sekarang ini banyak insan insan seni (Yang Ngakunya seniman) yang tidak lagi memperhatikan hal tersebut. Kaidah kaidah seni sudah hampir hilang. Misalnya saja Lagu pop kemudian dimainkan diranah dangdhut atau sebaliknya. Lagu campursari juga demikian, semuanya dimainkan dengan pola dangdhut yang kadang kadang justru dipaksakan. Penyanyinya juga sangat memaksakan kehendak untuk men dangdhutkan karakter yang sebenarnya tidak pas. Dan anehnya sekarang ini banyak penyanyi penyanyi dangdhut yang kemudian bernyanyi keroncong parahnya lagi ajang yang ditanyangkan stasiun televisi nasional negeri inipun menayangkan itu. Pertanyaannya kemudian, sudah paham kah penyanyi penyanyi dangdut itu tentang karakter vokal untuk keroncong sudah taukah mereka tentang kaidah kaidah didalamnya. Jika sudah tau mengapa suaranya tidak mencerminkan karakter keroncong. Ini yang sebenarnya merusak. Bahkan bisa dikatakan merusak budaya.

Jangan bersembunyi dibalik kata kata belajar. Seharusnya belajar lebih dulu baru perfomance. Dan saya tau persis untuk bisa mendapatkan karakter vokal keroncong tidaklah mudah butuh waktu panjang bahkan dalam hitungan bulan saja tidak cukup.

Lalu masih adakah musisi musisi yang masih punya idealisme kuat dalam bermusiknya. Masih adakah sisa sisa semangat untuk menghargai musik sebagai sesuatu yang tidak bisa ”dilacurkan” . Jangan hanya bisa menyalahkan negara lain jika suatu saat idelogi musik kita juga diklaim jika suatu saat negara lain lebih berkembang daripada negeri kita yang katanya berbudaya.

0 comments:

Pasang Iklan Gratis