Punahnya Idealisme Musisi
Portalkbr_Pekalongan 24/11/13 – Musik dijaman
modern sekarang ini mengalami banyak perkembangan baik dari segi instrument
maupun warna dari musik itu sendiri. Seiring dengan semakin majunya
perkembangan tehnology semakin canggih pula peralatan untuk menciptakan warna
musik.
Begitu pun dengan insan musik itu sendiri. Telah
terjadi banyak perbedaan. Musisi sudah banyak mengalami pergeseran didalam
dunia musik. Tidak banyak musisi yang berani bertahan dan mempertahankan
ideologi bermusiknya. Tidak berani mempertahankan idealisme bermusiknya
sehingga pada akhirnya mereka menghilangkan karakteristik dan warna serta jalur
musiknya sendiri. Apalagi dengan dalih pangsa pasar. Artinya dituntut untuk
mengikuti selera pasar sudah barang tentu
nilai ekonomi yang menjadi garis besarnya bukan hakiki bermusiknya. Bukan
bagaimana mereka menciptakan karya karya original yang membanggakan.
Prihatin memang melihat kenyataan ini. Tapi itulah
yang terjadi didunia musik saat ini. Kenyataan yang memang sudah tidak dapat
dihindarkan lagi. Pergeseran nilai nilai idealisme bermusik yang perlahan tapi
pasti. Sebagai seniman atau khususnya musisi sudah seharusnya kita memiliki
idealisme yang layak untuk dipertahankan apapun resikonya apapun keadaannya. Seharusnya
Tidak semata mata mencari kesempatan karena peluang atau pepatah jawanya ”Aji
Mumpung”. Boleh boleh saja kita menggunakan ”Aji Mumpung” dalam kondisi
tertentu selama visi dan misinya berimbang. Itupun seharusnya sudah dibekali
dengan skill atau kemampuan yang benar benar layak bukan sekedar berani tetapi
tidak mempunyai skill. Itu sich konyol namanya.
Lagi lagi harus dihadapkan pada persoalan ”Market”
disini. Yang iklimnya seperti itu justru malah yang bombastis dinegeri ini. Tidak
punya modal yang kuat sebagai seniman atau musisi tetap saja laku selama pasar
masih mengingkannya. Kira kira begitulah dalihnya. Tidak usah sebut namapun
pasti anda semua sudah tahu siapa siapa yang tidak layak atau bahkan sama
sekali tidak pantas disebut dengan seniman tetapi masih malang melintang
didunia entertaint. Artinya yang bahkan bernyanyi saja fals masih digunakan
meskipun kita semua tahu umurnya juga tidak lebih dari seumur jagung saja beda
dengan seniman atau musisi musisi yang benar benar berbobot.
Sudah semakin pudar saja idealisme bermusik musisi
musisi disekitar kita. Yang berawal menekuni dunia musik pop kemudian pindah
jalur ke dangdhut karena jelas lebih menghasilkan secara materiil. Yang awalnya
rock juga demikian halnya, pindah jalur ke dangdhut semata mata memburu rupiah.
Memang tidak salah. Sah sah saja siapapun pindah
jalur ke dangdhut karena itu juga musik asli Indonesia (Katanya) yang jadi
persoalan disini hanya bentuk ideology bermusiknya saja. Jika memang
karakternya dan kemampuannya tepat di dunia dangdhut tentunya sah sah saja.
Karena dangdhut juga memiliki karakter tersendiri. tidak lantas mencampuradukan
karakter musik menjadi seperti yang sekarang ini. Dangdhut tentunya mempunyai
kaidah kaidah musik yang khas, pop juga demikian, rock, langgam jawa atau
bahkan keroncong juga memiliki kaidah kaidah yang tidak bisa dipisahkan begitu
saja.
Sekarang ini banyak insan insan seni (Yang
Ngakunya seniman) yang tidak lagi memperhatikan hal tersebut. Kaidah kaidah
seni sudah hampir hilang. Misalnya saja Lagu pop kemudian dimainkan diranah
dangdhut atau sebaliknya. Lagu campursari juga demikian, semuanya dimainkan
dengan pola dangdhut yang kadang kadang justru dipaksakan. Penyanyinya juga
sangat memaksakan kehendak untuk men dangdhutkan karakter yang sebenarnya tidak
pas. Dan anehnya sekarang ini banyak penyanyi penyanyi dangdhut yang kemudian
bernyanyi keroncong parahnya lagi ajang yang ditanyangkan stasiun televisi
nasional negeri inipun menayangkan itu. Pertanyaannya kemudian, sudah paham kah
penyanyi penyanyi dangdut itu tentang karakter vokal untuk keroncong sudah
taukah mereka tentang kaidah kaidah didalamnya. Jika sudah tau mengapa suaranya
tidak mencerminkan karakter keroncong. Ini yang sebenarnya merusak. Bahkan bisa
dikatakan merusak budaya.
Jangan bersembunyi dibalik kata kata belajar.
Seharusnya belajar lebih dulu baru perfomance. Dan saya tau persis untuk bisa
mendapatkan karakter vokal keroncong tidaklah mudah butuh waktu panjang bahkan
dalam hitungan bulan saja tidak cukup.
Lalu masih adakah musisi musisi yang masih punya
idealisme kuat dalam bermusiknya. Masih adakah sisa sisa semangat untuk
menghargai musik sebagai sesuatu yang tidak bisa ”dilacurkan” . Jangan hanya
bisa menyalahkan negara lain jika suatu saat idelogi musik kita juga diklaim
jika suatu saat negara lain lebih berkembang daripada negeri kita yang katanya
berbudaya.
0 comments:
Post a Comment