Penjajahan Era Digitalisasi
Penjajahan era kolonial memang sudah lama hilang dari muka bumi Indonesia tercinta ini sehingga masyarakat pun tidak perlu lagi resah oleh deru laju mobil – mobil tank yang penuh amunisi. Tidur tidak lagi was – was seperti jaman dahulu kala. Merdeka sudah republik ini dan keindahan pun kian tampak di hampir seluruh pelosok negeri ini.
Tapi sayang kemerdekaan ini seakan terenggut kembali oleh penjajahan era digital dan modern saat sekarang ini. Kenapa saya mengatakan ini adalah era penjajahan digital karena memang kita dijajah oleh jaman yang sudah digital. Bukan lagi dengan tembakan, bukan pula dengan meriam yang berdentum- dentum, bukan lagi dengan granat – granat yang dibuat orang berhidung mancung itu. Melainkan dengan technology yang serba canggih, serba praktis dan mudah. Orang tidak perlu lagi bersusah payah berjalan kaki puluhan kilo meter hanya untuk sekedar menonton televisi, oran g tidak perlu lagi bersusah – susa h menunggu telegram dari kampungnya karena sekarang sudah ada handphone yang bahkan di puncak gunung pun bisa dijadikan alat komunikasi. Namun sayangnya ditengah – tengah kemajuan yang serba hebat ini banyak oran g yang lupa tentang pentingnya jatidiri bangsa ini tentang moralitas generasi bangsa ini. Seakan – akan kemajuan ini dianggap sebagai sesuatu yang lebih tinggi nilainya daripada moralitas.
Tengok saja tayangan – tayangan televisi dilayar kaca kita yang sampai sekarang masih dengan kokohnya bertahan seakan tidak punya kesalahan bagi menurunnya moralitas bangsa ini. Saya akan coba berikan beberapa contoh program acaranya lalu mari kita renungkan bersama – sama apa untungnya bagi kita semua :
v Keluarga Hantu
v Termehek – Mehek
Mari kita bahas bersama – sama sesuai sudut pandang anda masing tetapi jangan memakai keteguhan pribadi cobalah untuk mentolerir dengan kepentingan masyarakat pada umumnya :
Keluarga Hantu
Tayangan yang satu ini memang dikemas dalam balutan komedi yang (katanya) jauh dari kesan mengerikan. Tapi kata siapa ?
Kalau menurut saya tayangan seperti itu ya jelas – jelas mengerikan. Wong dandanan seperti itu kok dibilang tidak mengerikan lalu kemana akal sehat kita ? Apalagi dengan dandanan sosok pocong yang demikian eksplisit membuat suasana semakin semrawut saja. Lalu apa bisa kita dapatkan dari menonton tayangan tersebut. Apa pesan moral yang disampaikan dari tontonan itu. Hampir nihil, tidak ada. Kalau hanya sekedar tertawa yang ingin diraih, simak acara Mr Bean yang dengan sederhananya menyuguhkan seni gera k saja sudah bisa memancing gela k tawa pemirsanya. Atau simak saja acara ketoprak di TVRI yang ternyata juga bisa menghadirkan gela k tawa.
Apakah sekiranya tim – tim kreatif pertelevisian dinegeri ini sudah kehabisan ide kreatifnya, sudah tidak lagi bisa membuat cerita yang lebih berkualitas sehingga terkesan ada pembiaran program yang sama sekali tidak bermutu itu. Anehnya tayangan ini tidak juga dihentikan dari ranah public (Katanya) padahal kita sebagai warga Negara juga berhak mendapatkan tayangan yang sehat dan mendidik. Lalu kemana kita harus mengadu jika lembaga yang punya kewenangan sudah tidak lagi peduli dengan isi siaran televisi di negeri ini ?.
Drama Realigi
Tontonan yang luar biasa ini juga masih terus nongol dilayar kaca kita dengan seabreg adegan – adegan yang penuh kekerasan – klenik – kata kata kotor kian melenggang tanpa dosa. Setujukah anda dengan adegan yang dipertontonkan dalam acara tersebut meski dibalut dengan warning “Adegan ini jangan ditiru”. Hebat ya hanya dengan bekal kata – kata tersebut acara ini masih terus ditayangkan. Padahal jika dicermati didalam Undang – Undang Penyiaran maupun P3SPS jelas – jelas ada pasal yang yang melarang adegan tersebut. Pertanyaannya kemudian sudahkah aturan main itu diterapkan di setiap stasiun televisi kita ? jika sudah kenapa masih saja dilanggar atau memang lembaga – lembaga yang berkewenangan tidak pernah menonton acara tersebut.
Drama Realigi, sebuah nama yang menurut saya menjual nilai – nilai religius tentang suatu ajaran. Jika memang ingin menyampaikan sesuatu yang baik kenapa harus dengan contoh yang demikian hebat buruknya, kenapa harus dengan rekayasa – rekayasa yang menjajah jalan pemikiran pemirsanya ? kemanakah nurani anda ?.
Termehek – Mehek
Reality show yang luarbiasa hebat.
Begitu hebatnya hingga hebat pula merusak moralitas pemirsa karena menggiring opini public yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Simak saja sikap Sang Mandala yang begitu hebat dilapangan yang bisa seenaknya saja masuk kerumah oran g meski kadang – kadang tidak mendapatkan ijin dari sang pemilik rumah. Kesusilaan yang amburadul pun turut mewarnai tayangan ini tapi ya tetap saja menjadi tayangan yang fragmen nya cukup hebat disela – sela program acara lainnya.
Pesan moral bagaimana yang ingin disampaikan dari acara ini sebenarnya. Jika privasi oran g saja bisa diobrak – abrik sedemikian rupa maka saya tidak yakin acara ini membawa pesan moral justru bukan tidak mungkin malah mempertontonkan kebrobrokan moral. Lalu pertanyaannya kenapa sich masih saja ditayangkan, apa karena ratingnya tinggi ?.
Rating boleh tinggi karena masyarakat kita memang senang hiburan apalagi dengan melihat rumah – rumah mewah yang di shot karena yakinlah bahwa hampir 90% masyarakat kita tidak mengikuti jalan cerita yang disuguhkan tetapi lebih kepada pemandangan yang indah – ind ah, rumah mewah, atau artisnya saja. Yakinlah itu. Bukan karena jalan ceritanya lalu bagaimana mungkin pesan moral bisa disampaikan jika ceritanya saja tidak diketahui. Konyol bukan ?.
Maka jangan heran jika kemudian mental generasi bangsa ini khusunya generasi remaja menjadi generasi termehek – mehek yang kedodoran semangat – kedodoran mental – kedodoran etika dan parahnya kedodoran iman. Lalu siapa yang wajib bertanggungjawab atas semua ini ?.
Mariam Mikrolet
Sinetron hebat luarbiasa yang baru – baru ini mendapatkan penghargaan terbaik atau apalah lupa saya, bahkan pemerannya (Mariam) mendapat gela r terpuji. Hebat khan ?.
Mariam mikrolet remaja betawi yang konon berjiwa besar dan memiliki ambisi yang demikian hebat atas masa depanya. Simak saja betapa hebatnya si Mariam yang mampu menaklukan beberapa preman yang notabene badanya lebih besar, lebih kekar dengan gera kan silatnya itu. Tetapi betapa lemahnya si Badai, seorang lelaki yang jatuh cinta pada dirinya tetapi karena permasalahan oran g tuanya seakan menjadi batu sandungan bagi keduanya. Sebetulnya saya tidak akan masuk kejalan cerita yang disuguhkan tetapi lebih kepada para tokoh yang hadirkan saja. Coba anda simak kelakuan si Markum (Babenya Mariam) yang ceritanya agak amnesia. Lebay, berlebihan. Apakah sedemikian itu kelakuan oran g yang amnesia pada umumnya. Apakah harus melakukan hal – hal yang menurut saya hanya sengaja memancing tawa (meski tidak berhasil) misalnya harus tidur dikolam lele.
Terpuji, betapa luhurnya jika kita telaah kata tersebut. Betapa anggunnya seorang wanita untuk kemudian disebut wanita terpuji. Lalu dari sisi mana kita bisa menafsirkan tokoh Mariam dengan sebutan terpuji ?
Lebay, seharusnya kita bisa menempatkan semua hal pada koridornya masing – masing agar tidak mencemari makna yang sesungguhnya. Sudahlah pesan moral tidak tersampaikan dengan baik malah ditambah – tambahi dengan dualisme tokoh Markum lalu apalagi yang hendak dikatakan penulis cerita sebenarnya ?. Anehnya sinetron kayak begini kok ya dijadikan sinetron terpuji yang seolah – olah menggiring opini public supaya membenarkan kelakuan tokoh – tokoh dalam sinetron tersebut. Ini khan gila. Apakah sudah tidak ada lagi tokoh yang dianggap terpuji dalam perfilman ini (Eh…tapi itu khan sinetron bung bukan film) apa sich bedanya film sama sinetron ? khan sama – sama cerita. What everlah.
Memang ini perlu diskusi khusus untuk membedah kualitas dan mutu tontonan televisi direpublik ini sebelum racun – racun moralitas menyebar kesulurh nadi insan pertelevisian kita. Saya juga mengundang rekan – rekan simpatisan – pemerhati – bahkan korban tontonan yang tergerak untuk bersama sama membicarakan persoalan ini. Meski saya sadar sesadar – sadarnya bahwa apa yang saya lakukan tidak merubah gaya menyuguhkan tontonan di republic ini tetapi paling tidak masyarakat tahu bahwa masih ada oran g yang peduli atas suguhan – suguhan yang menghiasai layar kaca kita.Bersambung....
0 comments:
Post a Comment